Jumat, Oktober 24, 2025
28.5 C
Indonesia
Beranda blog Halaman 9

Cara Buat Bukti Potong PPh Pasal 21 Masa Untuk Pegawai Tetap

0
cara buat bukti potong pph 21
cara buat bukti potong pph 21

Dalam sistem perpajakan Indonesia, pemberi kerja wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 21 atas penghasilan karyawan. Salah satu kewajiban penting adalah membuat Bukti Potong PPh 21 Masa untuk pegawai tetap.

Dengan diberlakukannya sistem Coretax DJP, tata cara pembuatan bukti potong kini mengalami penyesuaian, terutama dalam pelaporan elektronik (e-Filing dan e-Bupot). Nah, jika Anda HR atau staf pajak yang baru menggunakan Coretax, berikut ini panduan step-by-step membuat bukti potong PPh 21 untuk pegawai tetap secara online.

📚 Dasar Hukum
Pembuatan dan pelaporan bukti potong PPh 21 diatur dalam:

UU No. 7 Tahun 2021 (Harmonisasi Peraturan Perpajakan)

PP No. 55 Tahun 2022

PER-23/PJ/2020 tentang Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian, dan Penyampaian Bukti Potong Elektronik PPh Pasal 21/26

Implementasi terbaru sistem Coretax DJP Online (2024–2025)

🛠️ Persiapan Data
Sebelum mulai membuat bukti potong, pastikan Anda sudah menyiapkan:

Data pegawai (NPWP, nama lengkap, jabatan, NIK, status PTKP)

Jumlah penghasilan bruto

Potongan (BPJS, iuran pensiun, dll.)

PPh 21 terutang bulan berjalan

🔐 Langkah 1: Login ke DJP Online (Coretax)
Akses situs: https://pajak.go.id

Klik Login dan masukkan:

NPWP Perusahaan

Password

Kode keamanan

Setelah berhasil login, Anda akan melihat tampilan baru Coretax jika akun telah bermigrasi.

📄 Langkah 2: Masuk Menu e-Bupot PPh 21/26
Pilih menu “e-Bupot 21/26”

Klik tombol “Buat Bukti Potong”

Pilih Masa Pajak (misal: Juni 2025)

Klik “Tambah Data” untuk mulai membuat bukti potong

📝 Langkah 3: Isi Data Pegawai dan Penghasilan
Isikan detail sebagai berikut:

Jenis Bukti Potong: 1721-A1 (pegawai tetap)

NPWP/NIK Pegawai

Nama & Jabatan

Status PTKP (misal: K/1, TK/0, dsb.)

Penghasilan Bruto (gaji, tunjangan, THR, bonus)

Potongan (jika ada)

Penghasilan Neto dan PPh 21 yang dipotong bulan tersebut

Sistem akan otomatis menghitung PPh 21 terutang berdasarkan tarif progresif terbaru.

💾 Langkah 4: Simpan dan Lanjutkan
Setelah semua data benar, klik tombol “Simpan” atau “Lanjutkan”.
Anda dapat mengulangi langkah ini untuk semua pegawai yang dipotong PPh 21 pada masa tersebut.

Jika ingin unggah massal, Anda bisa gunakan template Excel (CSV) yang disediakan oleh sistem Coretax.

📤 Langkah 5: Kirim dan Lapor
Setelah semua bukti potong selesai dibuat:

Klik tombol “Posting & Kirim”

Sistem akan mengirim bukti potong ke DJP

Anda akan mendapat BPE (Bukti Penerimaan Elektronik) sebagai bukti sah pelaporan

📥 Langkah 6: Unduh Bukti Potong
Setelah berhasil dikirim, Anda bisa mengunduh bukti potong untuk masing-masing pegawai dalam format PDF (1721-A1). Dokumen ini bisa diberikan ke karyawan untuk pelaporan SPT Tahunan mereka.

📌 Penutup
Pembuatan bukti potong PPh 21 untuk pegawai tetap kini lebih efisien dengan sistem e-Bupot Coretax DJP Online. Selama data Anda valid dan sesuai ketentuan, proses ini bisa dilakukan sepenuhnya online tanpa harus install aplikasi tambahan.

Selalu pastikan pelaporan dilakukan setiap bulan dan tidak lewat tanggal jatuh tempo (tanggal 20 bulan berikutnya) agar terhindar dari sanksi administrasi.

Cara Mengajukan Surat Keterangan Fiskal di Coretax: Panduan Lengkap dan Mudah Dipahami

0
Permohonan surat keterangan fiskal
Permohonan surat keterangan fiskal

Surat Keterangan Fiskal (SKF) adalah dokumen resmi yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai bukti bahwa Wajib Pajak telah memenuhi kewajiban perpajakan tertentu. Biasanya, SKF dibutuhkan untuk keperluan:

Mengikuti tender atau proyek pemerintah,

Permohonan kredit bank,

Pengajuan fasilitas perpajakan, atau

Kepentingan administratif lainnya.

Dengan diberlakukannya sistem administrasi pajak baru berbasis Coretax, proses permohonan SKF kini dilakukan secara digital melalui DJP Online versi Coretax. Nah, jika Anda belum pernah mengajukan sebelumnya, berikut ini panduan step-by-step cara mengajukan Surat Keterangan Fiskal di Coretax DJP Online.

✅ Syarat Pengajuan Surat Keterangan Fiskal
Sebelum mengajukan SKF, pastikan Anda telah:

Memiliki NPWP aktif,

Sudah menyampaikan SPT Tahunan 2 tahun terakhir,

Tidak memiliki tunggakan pajak (kecuali yang sedang diangsur atau ditangguhkan),

Tidak sedang dalam proses pemeriksaan atau penyidikan pajak.

🔐 Langkah 1: Login ke DJP Online (Coretax)
Buka laman: https://pajak.go.id

Klik tombol “Login”

Masukkan:

NPWP

Password

Kode keamanan (captcha)

Setelah masuk, Anda akan melihat tampilan dashboard Coretax jika akun Anda sudah migrasi.

📄 Langkah 2: Akses Menu Surat Keterangan Fiskal
Di dashboard DJP Online, pilih menu “Layanan”

Klik sub-menu “Permohonan”

Pilih jenis permohonan “Surat Keterangan Fiskal (SKF)”

Anda akan diarahkan ke halaman formulir pengajuan SKF.

📝 Langkah 3: Isi Formulir Pengajuan
Isi data pada formulir dengan lengkap dan benar:

Jenis Pengajuan: Permohonan SKF

Tujuan Penggunaan: (Contoh: Untuk mengikuti tender pengadaan barang/jasa di [instansi])

Nama Instansi Tujuan: (Contoh: LKPP atau Kementerian PUPR)

Alamat Instansi Tujuan

Lampiran pendukung (jika diminta)

Tips: Jika Anda mewakili perusahaan, pastikan nama perusahaan dan NPWP sesuai dengan dokumen legalitas.

📤 Langkah 4: Kirim Permohonan
Setelah formulir terisi, klik tombol “Kirim Permohonan”.
Sistem akan menampilkan notifikasi bahwa permohonan telah berhasil dikirim dan akan diproses oleh KPP terdaftar.

Anda juga akan menerima Nomor Tiket Permohonan yang bisa digunakan untuk memantau statusnya.

⏳ Langkah 5: Cek Status Permohonan
Kembali ke menu “Layanan” → “Daftar Permohonan”

Lihat kolom status:

Dalam Proses: Masih ditelaah petugas KPP

Disetujui: Surat Keterangan Fiskal sudah terbit

Ditolak: Akan muncul alasan penolakan (misalnya SPT belum lengkap)

📥 Langkah 6: Unduh Surat Keterangan Fiskal
Jika status berubah menjadi “Disetujui”, Anda bisa langsung mengunduh SKF dalam format PDF dari sistem.

Klik “Unduh” pada baris permohonan yang disetujui.

Simpan dokumen dan gunakan sesuai kebutuhan administratif Anda.

📌 Penutup
Mengajukan Surat Keterangan Fiskal kini lebih praktis dengan sistem Coretax. Anda tidak perlu lagi datang ke kantor pajak—semua cukup dilakukan secara online melalui DJP Online. Pastikan kewajiban pajak Anda tertib agar proses persetujuan berjalan lancar.

Jika permohonan ditolak, Anda bisa menghubungi KPP tempat Anda terdaftar untuk klarifikasi dan perbaikan.

Cara Buat Kode Billing PPN Tanggung Renteng di Coretax

0
Cara buat kode billing PPN Tanggung renteng
Cara buat kode billing PPN Tanggung renteng

Untuk membantu memudahkan penyetoran, DJP menyediakan kode billing khusus bernomor 411211-108 untuk PPN tanggung renteng. Dengan kode ini, instansi pemerintah bisa membuat kode billing secara mandiri melalui sistem seperti Coretax atau e-Billing.

Berikut manfaat penting dari fasilitas tersebut:

  • Mudah dibuat secara mandiri, tanpa harus datang ke kantor pajak.
  • Mempermudah audit dan pelacakan pembayaran karena KAP/KJS jelas.
  • Memastikan akuntabilitas dan transparansi administrasi pembayaran PPN.

✅ Langkah-langkah Bayar PPN Tanggung Renteng di Coretax

Buka browser dan akses website https://Coretaxdjp.pajak.go.id dan silahkan login dengan menggunakan NIK / NPWP 16 digit, masukkan password dan kode keamanan yang muncul (Captcha) berikutnya klik Login

Selanjutnya silahkan pilih menu Pembayaran–> Layanan Mandiri Kode Billing

Berikutnya akan muncul tampilan NPWP dan Nama kita dibagian yang diblur dan jika data tersebut sudah benar silahkan klik Lanjut

Untuk membuat kode billing PPN tanggung Renteng silahkan pilih Kode Jenis Pajak 411211-108 (Pembayaran PPN tanggung jawab secara renteng)

Pastikan sudah memilih kode jenis pajak yang sesuai dan silahkan pilih masa pajak yang akan digunakan untuk masa pajak setoran PPN tanggung jawab secara renteng, kemudian klik Lanjut

Silahkan isi nominal setoran yang akan dibayarkan kemudian isi kolom keterangan untuk mempermudah identifikasi setoran dan klik Unduh Kode Billing

Kode billing akan otomatis terunduh dan bisa langsung dicetak dan disetorkan melalui Bank, Kantor pos atau ATM serta Mobile Banking

Pasal 126 PER-11/PJ/2025 adalah terobosan penting dalam tata kelola PPN di Indonesia. Kini, instansi pemerintah secara legal bisa memungut PPN dari non-PKP melalui mekanisme tanggung renteng—tanpa harus menebak atau bingung soal mekanisme setoran.

Pertanyaan atau pengalaman menerapkan fasilitas ini? Yuk diskusi—sharing pengalaman di kolom komentar agar kita semua semakin paham dan #PajakLebihMudah.

Ingin lebih efisien dalam penyetoran PPN tanggung renteng? Coba gunakan kode billing 411211-108!

Cara Buat Kode Billing PPh Final Pengalihan Tanah Bangunan di Coretax

0
pajak jual beli tanah bangunan
pajak jual beli tanah bangunan

Pajak Penghasilan (PPh) Final atas jual beli tanah dan/atau bangunan merupakan salah satu kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak penjual. Sesuai ketentuan yang berlaku, sebelum proses balik nama atau pendaftaran hak dilakukan, PPh Final sebesar 2,5% dari nilai bruto transaksi harus dibayar terlebih dahulu. Kini, proses pembayaran ini dilakukan melalui sistem Coretax DJP Online, sistem administrasi perpajakan terbaru dari Direktorat Jenderal Pajak.

Jika Anda ingin tahu bagaimana cara bayar PPh Final jual beli tanah dan bangunan secara online, berikut ini panduan mudahnya.

Lakukan login terlebih dahulu di https://coretaxdjp.pajak.go.id dengan menggunakan akun PIC Utama atau akun wajib pajak yang akan melakukan pembayaran PPh Final Jual beli tanah bangunan, berikutnya pilih menu Pembayaran dan pilih Layanan Mandiri Kode Billing

Jika yang akan melakukan pembayaran adalah wajib pajak badan usaha pastikan lakukan impersonating ke akun wajib pajak badan terlebih dahulu sehingga muncul keterangan bahwa Your Currently Impersonating wajib pajak xxxx kemudian klik Lanjut

Jika Akan melakukan setoran untuk wajib pajak perorangan maka pastikan muncul tampilan identitas wajib pajak seperti gambar dibawah ini, pastikan identitas wajib pajak sudah benar dan silahkan klik Lanjut

Berikutnya silahkan pilih Kode Jenis Pajak (KJP) dengan kode 411128 dan Kode Jenis Setoran (KJS) dengan kode 108, berikutnya silahkan centang opsi NOP dan silahkan isikan Nomor Objek Pajak di kolom NOP, selanjutnya isi kolom Letak Objek Pajak dengan alamat / letak Tanah atau Bangunannya

Berikutnya silahkan pilih Provinsi, Kota, Kecamatan, Kelurahan sesuai posisi Tanah dan atau Bangunan yang akan dialihkan / dijual dan silahkan klik Lanjut

berikutnya silahkan isi nominal Jumlah PPh yang akan disetorkan (angka 1) dan silahkan klik Unduh Kode Billing (angka 2)

Kode billing PPh Final yang otomatis akan terunduh seperti contoh dibawah ini

Atas kode billing yang sudah berhasil diunduh silahkan cetak dan langsung bayarkan melalui Teller Bank, Kantor Pos atau Mobile Banking dengan memasukkan ID Billing tersebut.

Cara Buat Kode Billing PPh Final UMKM di Coretax

0
Cara Buat Kode Billing PPh Final UMKM
Cara Buat Kode Billing PPh Final UMKM

Sejak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menerapkan sistem administrasi perpajakan baru yang dikenal dengan Coretax, banyak Wajib Pajak, termasuk pelaku UMKM, mulai menyesuaikan diri dengan antarmuka dan alur yang berbeda dari sebelumnya.

Bagi Anda pelaku UMKM yang ingin membayar PPh Final 0,5% sesuai PP 55 Tahun 2022, salah satu langkah pentingnya adalah membuat kode billing melalui DJP Online. Berikut ini panduan mudah dan praktis yang bisa Anda ikuti langkah demi langkah.

Login ke Website Coretax

Langkah pertama, buka situs resmi coretax di https://coretaxdjp.pajak.go.id , kemudian input 16 digit NPWP / NIK, password dan Kode keamanan (captcha) kemudian klik login.

Lakukan Impersonating Akun

Dalam hal rekan adalah wakil dari sebuah entitas badan usaha maka silahkan lakukan impersonating akun terlebih dahulu

Pembuatan Kode Billing

Silahkan rekan masuk ke Menu “Pembayaran — Layanan Mandiri Kode Billing” Setelah berhasil login, pada halaman dashboard Anda akan melihat beberapa menu utama. Klik pada menu “Bayar” untuk mulai membuat kode billing.

Di sistem Coretax, tampilan menu pembayaran ini sedikit berbeda. Anda akan melihat tombol “Buat Kode Billing” atau “e-Billing Coretax” – klik tombol tersebut untuk masuk ke tahap berikutnya.

  1. Isi Formulir Pembuatan Kode Billing
    Pada halaman ini, Anda diminta untuk mengisi beberapa data pajak. Agar sesuai dengan pembayaran PPh Final UMKM, ikuti panduan pengisiannya:

Jenis Pajak: 411128 (PPh Final)

Jenis Setoran: 420 (PPh Final UMKM – PP 55/2022)

Masa Pajak: Pilih bulan dan tahun sesuai dengan periode omzet

Jumlah Setor: Masukkan 0,5% dari omzet kotor bulan tersebut

Uraian: Bisa diisi dengan “PPh Final UMKM sesuai PP 55/2022”

Contohnya, jika omzet Anda di bulan Juni 2025 adalah Rp30.000.000, maka pajak yang harus dibayar adalah Rp150.000.

  1. Konfirmasi dan Buat Kode Billing
    Setelah semua data terisi, klik tombol “Lanjutkan”. Sistem akan menampilkan ringkasan data billing Anda. Periksa sekali lagi, pastikan tidak ada kesalahan.

Jika sudah sesuai, klik “Buat Kode Billing”. Dalam beberapa detik, sistem akan memproses dan menampilkan Nomor Kode Billing Anda.

  1. Simpan atau Cetak Kode Billing
    Kode billing bisa Anda salin atau cetak dalam bentuk PDF. Kode ini nantinya digunakan untuk membayar pajak melalui:

ATM atau teller bank

Internet banking

Kantor Pos

Aplikasi pembayaran pajak seperti OnlinePajak, PajakPay, dll.

Penutup
Itulah langkah-langkah mudah untuk membuat kode billing PPh Final UMKM melalui sistem Coretax DJP Online. Meskipun tampilannya kini lebih modern, proses pembuatannya tetap sederhana asal Anda mengikuti alurnya dengan benar.

Jangan lupa, pembayaran pajak tepat waktu bukan hanya kewajiban, tapi juga bentuk kontribusi nyata Anda bagi pembangunan negeri. Jika Anda mengalami kendala teknis saat mengakses sistem, segera hubungi KPP tempat Anda terdaftar.

Image

0

GUGATAN

0

Pengertian Gugatan

Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak terhadap pelaksanaan penagihan Pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan Gugatan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Pasal 1 angka 7 UU Nomor 14 TAHUN 2002. Sedangkan Pengertian dari Putusan Gugatan adalah putusan badan peradilan pajak atas gugatan terhadap hal-hal yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat diajukan gugatan. Pasal 1 angka 36 UU Nomor 28 TAHUN 2007

Dasar Hukum

  • Pasal 23 UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan ketiga atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
  • Pasal 37, 38, 39, 40, 41, 42 PP 74 TAHUN 2011 (berlaku sejak 1 Januari 2012) tentang tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan
    • Pasal 65 PP 74 TAHUN 2011 menyebutkan bahwa “Pada saat PP ini mulai berlaku (sejak 1 Januari 2012), peraturan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 80 TAHUN 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 TAHUN 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4797) dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini”.
    • Pasal 64 huruf h PP 74 TAHUN 2011 menyebutkan bahwa “Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, terhadap pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan yang belum diselesaikan yang berkaitan dengan pengajuan gugatan terhadap penerbitan surat ketetapan pajak berdasarkan Pemeriksaan yang dimulai setelah tanggal 31 Desember 2007 yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan berlaku ketentuan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
  • Pasal 40,41,42,43 UU Nomor 14 TAHUN 2002 (berlaku sejak 12 April 2002) tentang Pengadilan Pajak

Yang Dapat Diajukan Gugatan (Pasal 23 UU KUP No.28 TAHUN 2007)

Didalam Pasal 23 ayat (2) UU Nomor 28 TAHUN 2007 Yang dapat diajukan gugatan adalah :

  • pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;
  • keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak;
  • keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26; atau
  • penerbitan SKP atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
    • SKP yang penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara penerbitan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dapat diajukan gugatan kepada badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf d Undang-Undang. (Pasal 38 ayat (1) PP 74 TAHUN 2011)
    • SKP yang penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara penerbitan ini meliputi SKP yang penerbitannya tidak berdasarkan pada: (Pasal 38 ayat (2) PP 74 TAHUN 2011) : hasil Verifikasi; hasil Pemeriksaan; hasil Pemeriksaan ulang; atau hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan terkait dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A Undang-Undang.
    • Termasuk dalam pengertian SKP yang penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara penerbitan ini meliputi SKP yang menetapkan Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak tidak sesuai dengan Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang dilakukan Verifikasi, Pemeriksaan, Pemeriksaan ulang, atau Pemeriksaan Bukti Permulaan (Pasal 38 ayat (3) PP 74 TAHUN 2011)
    • Surat Keputusan Keberatan yang penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara penerbitan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dapat diajukan gugatan kepada badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf d Undang-Undang.
    • Surat Keputusan Keberatan yang penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara penerbitan ini meliputi Surat Keputusan Keberatan yang penerbitannya tidak didahului dengan penyampaian surat pemberitahuan untuk hadir kepada Wajib Pajak.

Syarat Pengajuan Gugatan (Pasal 40 UU Pengadilan Pajak No. 14 TAHUN 2002)

  • Gugatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak.
  • Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap pelaksanaan penagihan Pajak adalah 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan. Jangka waktu ini tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan penggugat. Perpanjangan jangka waktunya adalah 14 (empat belas) hari terhitung sejak berakhirnya keadaan diluar kekuasaan penggugat.
  • Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap Keputusan selain Gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima keputusan yang digugat. Jangka waktu ini tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan penggugat. Perpanjangan jangka waktunya adalah 14 (empat belas) hari terhitung sejak berakhirnya keadaan diluar kekuasaan penggugat.
  • Terhadap 1 (satu) pelaksanaan penagihan atau 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Gugatan.
  • Gugatan disertai dengan alasan-alasan yang jelas, mencantumkan tanggal diterima, pelaksanaan penagihan, atau Keputusan yang digugat dan dilampiri salinan dokumen yang digugat.

Yang Dapat Mengajukan Gugatan (Pasal 41 UU Pengadilan Pajak No. 14 TAHUN 2002)

  • Gugatan dapat diajukan oleh penggugat, ahli warisnya, seorang pengurus, atau kuasa hukumnya dengan disertai alasan-alasan yang jelas, mencantumkan tanggal diterima, pelaksanaan penagihan, atau Keputusan yang digugat dan dilampiri salinan dokumen yang digugat.
  • Apabila selama proses Gugatan penggugat meninggal dunia. Gugatan dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya, atau pengampunya dalam hal penggugat pailit.
  • Apabila selama proses Gugatan, penggugat melakukan penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi, permohonan dimaksud dapat dilanjutkan oleh pihak yang menerima pertanggungjawaban karena penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi dimaksud.

Pencabutan Gugatan (Pasal 42 UU Pengadilan Pajak No. 14 TAHUN 2002)

  • Terhadap Gugatan dapat diajukan surat pernyataan pencabutan kepada Pengadilan Pajak.
  • Gugatan yang dicabut dihapus dari daftar sengketa dengan :
  • penetapan Ketua dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan sebelum sidang
  • putusan Majelis/Hakim Tunggal melalui pemeriksaan dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan setelah sidang atas persetujuan tergugat.
  • Gugatan yang telah dicabut melalui penetapan ketua atau putusan Majelis/Hakim Tunggal tidak dapat diajukan kembali.

Gugatan Tidak Menunda Atau Menghalangi Pelaksanaan Penagihan (Pasal 43 UU Pengadilan Pajak No. 14 TAHUN 2002)

  • Gugatan tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya penagihan Pajak atau kewajiban perpajakan.
  • Penggugat dapat mengajukan permohonan agar tindak lanjut pelaksanaan penagihan pajak ditunda selama pemeriksaan Sengketa Pajak sedang berjalan, sampai ada putusan Pengadilan Pajak. Permohonan ini dapat diajukan sekaligus dalam Gugatan dan dapat diputus terlebih dahulu dari pokok sengketanya. Permohonan penundaan pelaksanaan penagihan pajak dapat dikabulkan hanya apabila terdapat keadaan yang sangat mendesak yang mengakibatkan kepentingan penggugat sangat dirugikan jika pelaksanaan penagihan Pajak yang digugat itu dilaksanakan.

Tindak Lanjut DJP Atas Putusan Gugatan

Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat pelaksanaan Putusan Gugatan setelah menerima Putusan Gugatan. (Pasal 42 ayat (3) PP 74 TAHUN 2011)

  • Untuk Putusan Gugatan atas SKP yang penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara penerbitan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Direktur Jenderal Pajak menindaklanjuti Putusan Gugatan dengan menerbitkan kembali SKP sesuai dengan prosedur atau tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) atau ayat (3). (Pasal 40 ayat (1) PP 74 TAHUN 2011)
  • Untuk putusan gugatan yang menyebabkan DJP menerbitkan kembali SKP yang terkait dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat (1) Undang-Undang, penerbitan kembali SKP tersebut dilakukan dengan ketentuan: (Pasal 40 ayat (2) PP 74 TAHUN 2011), apabila jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat (1) Undang-Undang belum terlewati, surat ketetapan pajak diterbitkan sesuai dengan prosedur atau tata cara sebagaimana diatur dalam Pasal 38 ayat (2) dan ayat (3); dan apabila jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat (1) Undang-Undang terlewati, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar diterbitkan sesuai dengan Surat Pemberitahuan.
  • Untuk putusan gugatan atas Surat Keputusan Keberatan yang penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara penerbitan. Direktur Jenderal Pajak menindaklanjuti Putusan Gugatan tersebut dengan menerbitkan kembali Surat Keputusan Keberatan sesuai dengan prosedur atau tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2). (Pasal 41 ayat (1) PP 74 TAHUN 2011)
  • Untuk putusan gugatan dari badan peradilan pajak yang mengabulkan gugatan Wajib Pajak atas surat dari Direktur Jenderal Pajak yang menyatakan bahwa keberatan Wajib Pajak tidak dapat dipertimbangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (4) Undang-Undang. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan gugatan ke Pengadilan Pajak atas surat dari Direktur Jenderal Pajak yang menyatakan bahwa keberatan Wajib Pajak tidak dipertimbangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (4) Undang-Undang KUP, jangka waktu 12 (dua belas) bulan penyelesaian keberatan tertangguh, terhitung sejak tanggal dikirim surat dari Direktur Jenderal Pajak yang diajukan gugatan tersebut sampai dengan Putusan Gugatan Pengadilan Pajak diterima oleh Direktur Jenderal Pajak. (Butir E angka 7 huruf c SE-74/PJ/2015)

Ketentuan Peralihan

Pasal 64 huruf h PP 74 TAHUN 2011 menyebutkan bahwa “Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, terhadap pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan yang belum diselesaikan yang berkaitan dengan pengajuan gugatan terhadap penerbitan surat ketetapan pajak berdasarkan Pemeriksaan yang dimulai setelah tanggal 31 Desember 2007 yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan berlaku ketentuan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

Dalam hal WP melaporkan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak Lalu Lewat Batas Waktu

0

Dasar Hukum

Pasal 4 KEP-537/PJ./2000 (berlaku sejak 1 Januari 2001) tentang penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu

Ketentuan Besar PPh Pasal 25

  • Dalam hal SPT Tahunan PPh tahun pajak yang lalu disampaikan WP setelah lewat batas waktu yang ditentukan, besarnya PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai dengan bulan sebelum disampaikannya SPT Tahunan tersebut adalah sama dengan besarnya PPh Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak yang lalu dan bersifat sementara.
  • Setelah WP menyampaikan SPT Tahunan PPh, besarnya PPh Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan tersebut dan berlaku surat mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan.
  • Apabila besarnya PPh Pasal 25 hasil perhitungan kembali berdasarkan SPT Tahunan yang baru disampaikan lebih besar dari PPh Pasal 25 yang telah dibayar tadi, maka atas kekurangan setoran Pajak Penghasilan Pasal 25 terutang bunga sesuai ketentuan Pasal 19 ayat (1) UU KUP, untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari masing-masing bulan sampai dengan tanggal penyetoran.
  • Apabila besarnya PPh Pasal 25 hasil perhitungan kembali berdasarkan SPT Tahunan yang baru disampaikan lebih kecil dari Pajak Penghasilan Pasal 25 yang telah dibayar tadi, maka atas kelebihan setoran PPh Pasal 25 dapat dipindahbukukan ke PPh Pasal 25 bulan-bulan berikut setelah penyampaian SPT Tahunan.

Dalam hal WP berhak atas kompensasi kerugian dan Menerima Penghasilan Tidak Teratur

0

Dasar Hukum

Pasal 2 dan 3 KEP-537/PJ./2000 (berlaku sejak 1 Januari 2001) tentang penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu

Definisi

  • Kompensasi kerugian adalah kompensasi kerugian fiskal berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan, Surat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding, sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 31A UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 17 Tahun 2000.
  • Penghasilan teratur adalah penghasilan yang lazimnya diterima atau diperoleh secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam setiap tahun pajak, yang bersumber dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan, harta dan atau modal, kecuali penghasilan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final. Tidak termasuk dalam penghasilan teratur adalah keuntungan selisih kurs dari utang/ piutang dalam mata uang asing dan keuntungan dari pengalihan harta (capital gain) sepanjang bukan merupakan penghasilan dari kegiatan usaha pokok, serta penghasilan lainnya yang bersifat insidentil.

Cara Hitung PPh 25

  • (jumlah penghasilan neto menurut SPT Tahunan PPh tahun pajak yang lalu dikurangi penghasilan tidak teratur dikurangi dengan kompensasi kerugian) X Tarif PPh Pasal 17 = Besar PPh yang terutang.
  • Kemudian Besar PPh yang terutang dikurangi dengan PPh potput 21,22,23,24 menghasilkan jumlah PPh yang harus dibayar sendiri.
  • Kemudian jumlah PPh yang harus dibayar sendiri ini dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. Hasilnya adalah besar PPh Pasal 25 yang harus dibayar tiap bulan
  • Dalam hal SPT Tahunan PPh tahun pajak yang lalu menyatakan rugi (lebih bayar atau nihil), besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah nihil.

CARA MENGHITUNG PPh PASAL 25 WP BARU

0
  • Besarnya angsuran PPh Pasal 25 adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas penghasilan neto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas). (Pasal 2 ayat (1) PMK-255/PMK.03/2008)
  • Penghasilan neto adalah : (Pasal 2 ayat (2) PMK-255/PMK.03/2008)
    • dalam hal WP menyelenggarakan pembukuan dan dari pembukuannya dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan pembukuannya;
    • dalam hal WP hanya menyelenggarakan pencatatan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atau menyelenggarakan pembukuan tetapi dari pembukuannya tidak dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atas peredaran atau penerimaan bruto.

Contoh Penghitungan Untuk WP Badan Baru

PT. Dewi Asri terdaftar sebagai Wajib Pajak Badan Dalam Negeri pada KPP C tanggal 1 Februari 2009. Peredaran atau penerimaan bruto menurut pembukuan dalam bulan Februari 2009 sebesar Rp. 100.000.000,00 dan penghasilan neto (laba fiscal) dapat dihitung berdasarkan pembukuan sebesar Rp. 30.000.000,00. Besarnya PPh pasal 25 bulan Februari 2009 sebagai berikut :