Kamis, Oktober 23, 2025
19.6 C
Indonesia
Beranda blog Halaman 10

Penyusutan Harta Berwujud

0

Saat Mulai Penyusutan

Saat mulainya penyusutan yaitu pada bulan pengeluaran, kecuali sebagai berikut (Pasal 5 PMK Nomor 72 TAHUN 2023) :

  • Bulan selesai proses pengerjaan untuk yang masih dalam proses pengerjaan.
  • Bulan digunakan dalam hal belum digunakan/menghasilkan, dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak
  • Harta berwujud di bidang usaha tertentu, yaitu bulan produksi komersial yang merupakan bulan mulai dilakukan penjualan; dan tahun dilakukannya pengeluaran, untuk ternak yang sudah menghasilkan setelah dipelihara kurang dari atau sampai dengan 1 (satu) tahun.

Saat Mulai Penyusutan

Ketentuan masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud, yaitu : (Pasal 2 PMK Nomor 72 TAHUN 2023)

Pengelompokan jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan berdasarkan kelompok masa manfaat terdapat dalam Lampiran PMK Nomor 72 TAHUN 2023. Untuk keperluan penyusutan untuk jenis harta yang tidak tercantum dalam Lampiran maka menggunakan masa manfaat kelompok 3 (tiga).

Wajib Pajak dapat menggunakan masa manfaat selain kelompok 3 untuk jenis harta yang tidak tercantum dalam Lampiran PMK dengan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak.

Contoh Penghitungan Belum Melebihi Masa Manfaat

Contoh Penghitungan belum Melebihi Masa Manfaat : (Lampiran Huruf X PMK Nomor 72 TAHUN 2023)
PT ABC membeli mesin pengolahan tembakau (tidak ada di Lampiran PMK-96/PMK.03/2009) pada 3 Januari 2021 senilai Rp 1.200.000.000. Karena tidak mengajukan permohonan penetapan masa manfaat, mesin tersebut telah disusutkan sesuai masa manfaat kelompok 3 (16 tahun).

Pada awal tahun pajak 2023, PT ABC telah menggunakan mesin tersebut selama 2 tahun sehingga sisa manfaatnya adalah 14 tahun. Namun karena terdapat penyesuaian atas mesin tersebut menjadi kelompok 2, maka sisa manfaat setelah penyesuaian menjadi 6 tahun (8 tahun masa manfaat Kelompok 2 dikurangi 2 tahun yang sudah dimanfaatkan).

Mulai tahun pajak 2023, PT ABC menyusutkan mesin tersebut dengan sisa masa manfaat 6 tahun atas Nilai Sisa Buku akhir tahun pajak 2022. Rincian penghitungan penyusutan mesin tersebut sebagai berikut:

Contoh Penghitungan Melebihi Masa Manfaat

PT DEF membeli mesin pengolahan tembakau (tidak ada di Lampiran PMK-96/PMK.03/2009) pada 3 Januari 2014 seilai Rp800.000.000. Karena tidak mengajukan permohonan penetapan masa manfaat, mesin tersebut telah disusutkan sesuai masa manfaat kelompok 3.

Pada awal tahun pajak 2023, PT DEF telah menggunakan mesin selama 9 tahun, sehingga sisa masa manfaatnya adalah 7 tahun. Namun karena terdapat penyesuaian atas mesin tersebut menjadi kelompok 2, maka sisa manfaat setelah penyesuaian menjadi habis atau 0 tahun. Angka tersebut didapat dari mesin telah disusutkan 9 tahun yang mana melebihi masa manfaat kelompok 2 (8 tahun), sehingga setelah penyesuaian tidak tersisa masa manfaat lagi.

Pada tahun 2023, PT DEF menyusutkan sekaligus atas Nilai Sisa Buku Fiskal akhir tahun pajak 2022. Rincian penghitungan penyusutan mesin tersebut sebagai berikut:

BANGUNAN PERMANEN MASA MANFAAT LEBIH DARI 20 TAHUN

Apabila bangunan permanen mempunyai masa manfaat lebih dari 20 (dua puluh) tahun, Wajib Pajak dapat memilih menggunakan masa manfaat 20 (dua puluh) tahun atau masa manfaat yang sebenarnya berdasarkan pembukuan Wajib Pajak dengan syarat dilakukan secara taat asas. (Pasal 6 PMK Nomor 72 TAHUN 2023)

Wajib Pajak yang telah melakukan penyusutan atas bangunan:

  • yang dimiliki dan digunakan sebelum Tahun Pajak 2022; dan
  • disusutkan sesuai masa manfaat 20 (dua puluh) tahun,

dapat memilih melakukan penyusutan sesuai masa manfaat sebenarnya berdasarkan pembukuan Wajib Pajak dengan menyampaikan pemberitahuan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat akhir Tahun Pajak 2022 sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 TAHUN 2022. Dalam hal Wajib Pajak belum menyampaikan pemberitahuan, dapat menyampaikan paling lambat 30 April 2024.

Contoh Perhitungan : (Lampiran Huruf R PMK Nomor 72 TAHUN 2023)

Pada Januari 2017, Wajib Pajak membeli sebuah gedung pabrik senilai Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Penyusutan atas pengeluaran untuk perolehan gedung pabrik tersebut dimulai pada bulan Januari Tahun Pajak 2017. Wajib Pajak melakukan penyusutan fiskal dengan masa manfaat 20 (dua puluh) tahun dan tarif penyusutan sebesar 5% (lima persen) per tahun. Namun, berdasarkan pembukuan Wajib Pajak masa manfaat gedung pabrik adalah 30 (tiga puluh) tahun.

Pada Desember 2022, Wajib Pajak menyampaikan pemberitahuan memilih untuk menghitung biaya penyusutan atas gedung pabrik tersebut sesuai masa manfaat yang sebenarnya berdasarkan pembukuan Wajib Pajak. Sesuai pembukuan Wajib Pajak atas gedung pabrik tersebut telah disusutkan selama 5 (lima) tahun dengan sisa masa manfaat pada awal Tahun Pajak 2022 (1 Januari 2022) adalah 25 (dua puluh lima) tahun. Penghitungan penyusutannya menjadi sebagai berikut:

Tahun 2017 s.d 2021 gedung pabrik disusutkan menggunakan masa manfaat 20 tahun atau tarif 5%.

Maka setiap tahun disusutkan senilai = Rp1.000.000.000 x 5% = Rp50.000.000

Nilai sisa buku fiskal pada akhir tahun 2021, dimana sudah disusutkan selama 5 tahun adalah

= Rp1.000.000.000 – (5 x Rp50.000.000)

= Rp750.000.000

Tarif penyusutan pada awal tahun 2022 adalah = 100% : 25 tahun = 4%

Dengan demikian, penyusutan gedung pabrik setiap tahun mulai tahun 2022 sampai dengan tahun 2046 (selama 25 tahun) adalah

= Rp750.000.000 x 4%

= Rp30.000.000

TATA CARA PERMOHONAN DAN PEMBERITAHUAN

PPh Pasal 21 Atas Bonus dan Tunjangan Hari Raya

0

Contoh Kasus Penghitungan PPh Pasal 21 Atas THR dan Bonus

Cara Pelaporan Dalam SPT Masa PPh Pasal 21

  • Pelaporan THR dan Bonus didalam SPT Masa PPh Pasal 21, yaitu pada bagian induk 1721 adalah menambah jumlah penghasilan bruto yang terdapat di dalam kolom 4 seperti contoh gambar dibawah ini

PPh Pasal 21 Pegawai Tidak Tetap

0

Pengertian Pegawai Tidak Tetap

  • Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja Lepas adalah pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja.

Cara Hitung PPh Pasal 21 Pegawai Tidak Tetap

Cara penghitungan PPh Pasal 21 bagi pegawai tidak tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang dan Calon Pegawai dibedakan menjadi 2 jenis :

  • Bagi yang Menerima Upah Harian, Upah Mingguan, Upah Satuan, Upah Borongan, Uang Saku Harian atau Mingguan.
    • Ketentuan penghitungannya adalah tentukan jumlah upah/uang saku harian, atau rata-rata upah/uang saku yang diterima atau diperoleh dalam sehari :
      • Upah/uang saku mingguan dibagi banyaknya hari bekerja dalam seminggu; Contoh penghitungannya : Klik disini di halaman 37 angka III.1 lampiran PER-16/PJ/2016
      • Upah satuan dikalikan dengan jumlah rata-rata satuan yang dihasilkan dalam sehari; Contoh penghitungannya : Klik disini di halaman 39 angka III.2 lampiran PER-16/PJ/2016
      • Upah borongan dibagi dengan jumlah hari yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan borongan. Contoh penghitungannya : Klik disini di halaman 39 angka III.3 lampiran PER-16/PJ/2016
    • Tidak ada pemotongan PPh 21 adalah dalam hal : (lampiran PER-16/PJ/2016 halaman 6 angka II.1 angka 2)
      • upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian belum melebihi Rp. 450.000,00 dan
      • jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan belum melebihi Rp. 4.500.000,00
  • Bagi yang Menerima Upah yang Dibayarkan Secara Bulanan.
    • PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah upah bruto yang yang disetahunkan setelah dikurangi PTKP, dan PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar PPh Pasal 21 hasil perhitungan tersebut dibagi 12. (lampiran PER-16/PJ/2016 halaman 6 angka II.2)
    • Contoh penghitungannya : Klik disini di halaman 39 angka III.4 lampiran PER-16/PJ/2016

PPh Pasal 21 Pegawai Tetap dan Pemberi Pensiun

0
biaya jabatan dan biaya pensiun
biaya jabatan dan biaya pensiun

Pengertian Pegawai Tetap

  • Pegawai Tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur. (Pasal 1 angka 10 PER-16/PJ/2016)

Cara Penghitungan PPh Pasal 21

Penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap dan penerima pensiun berkala dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :

  • Penghitungan masa atau bulanan yang menjadi dasar pemotongan PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap masa pajak, yang dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 21, selain masa pajak Desember atau masa pajak di mana pegawai tetap berhenti bekerja
  • Penghitungan kembali sebagai dasar pengisian Form 1721 A1 atau 1721 A2 dan pemotongan PPh Pasal 21 yang terutang untuk masa pajak Desember atau masa pajak di mana pegawai tetap berhenti bekerja

Cara penghitungan masa atau bulanan

Untuk cara penghitungan masa atau bulanan ini terbagi atas 2 kondisi

  • Penghitungan PPh Pasal 21 dalam hal pegawai tetap hanya menerima Penghasilan Teratur dalam suatu masa. Penghasilan Pegawai Tetap yang Bersifat Teratur adalah penghasilan bagi Pegawai Tetap berupa gaji atau upah, segala macam tunjangan, dan imbalan dengan nama apapun yang diberikan secara periodik berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh pemberi kerja, termasuk uang lembur. (Pasal 1 angka 15 PER-16/PJ/2016)

Contoh Penghitungannya

  • Dalam hal Pegawai tetap menerima Gaji Bulanan, Contoh penghitungannya : Klik disini di halaman 8 butir I.1 lampiran PER-16/PJ/2016
  • Dalam hal Pegawai tetap menerima Gaji yang dibayarkan secara mingguan atau harian, untuk penghitungan PPh Pasal 21, jumlah penghasilan tersebut terlebih dahulu dijadikan penghasilan bulanan dengan mempergunakan faktor perkalian sebagai berikut :
    • Gaji untuk masa seminggu dikalikan dengan 4, Contoh penghitungannya: Klik disini di halaman 12 butir 1.2.1 lampiran PER-16/PJ/2016
    • Gaji untuk masa sehari dikalikan dengan 26, Contoh penghitungannya: Klik disini di halaman 14 butir 1.2.3 lampiran PER-16/PJ/2016
  • Dalam hal Pegawai tetap menerima uang rapel, Contoh penghitungannya: Klik disini di halaman 14 butir 1.3 lampiran PER-16/PJ/2016
  • Penghitungan PPh Pasal 21 dalam hal pegawai tetap menerima penghasilan teratur dan Penghasilan Tidak Teratur dalam suatu masa. Penghasilan Pegawai Tetap yang Bersifat Tidak Teratur adalah penghasilan bagi Pegawai Tetap selain penghasilan yang bersifat teratur, yang diterima sekali dalam satu tahun atau periode lainnya, antara lain berupa bonus, Tunjangan Hari Raya (THR), jasa produksi, tantiem, gratifikasi, atau imbalan sejenis lainnya dengan nama apapun. (Pasal 1 angka 16 PER-16/PJ/2016) Contoh penghitungannya: Klik disini di halaman 15 butir 1.4 lampiran PER-16/PJ/2016

Cara Penghitungan Kembali PPh Pasal 21

Penghitungan kembali ini dilakukan pada saat :

  • bulan dimana pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun;
  • bulan Desember bagi pegawai tetap yang bekerja sampai akhir tahun kalender dan bagi penerima pensiun yang menerima uang pensiun sampai akhir tahun kalender.

Ketentuan terkait penghitungan kembali :

  • Untuk pegawai tetap yang masa kerjanya genap selama 12 bulan dalam setahun. PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pemotong pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan, baik penghasilan yang teratur maupun yang tidak teratur.
  • Untuk pegawai tetap yang masa kerjanya tidak genap selama 12 bulan dalam setahun. Cara penghitungan kembali penghasilannya pada akhir tahun harus ditentukan apakah penghasilan neto yang diterima disetahunkan atau tidak.

Pengelompokkkan Penghasilan yang perlu disetahunkan atau tidak disetahunkan : (lampiran PER-16/PJ/2016 halaman 5 butir I.2 angka 2)

Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 Untuk Pegawai Tetap

  • Karyawan yang baru bekerja di periode berjalan yang kewajiban pajak subjektifnya sudah ada sejak awal tahun, namun mulai bekerja setelah bulan Januari
    • Untuk cara penghitungan masa atau bulanan : penghasilan neto sebulan dikalikan dengan jumlah bulan bekerja selama 1 tahun pajak (tidak dikali 12)
    • Untuk Penghitungan kembali pada masa pajak Desember : PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan jumlah seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh, baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur, selama pegawai tetap yang bersangkutan bekerja pada pemotong pajak (tidak disetahunkan) (lampiran PER-16/PJ/2016 halaman 4 butir I.2 angka 2 huruf a)
    • Contoh penghitungannya : Klik disini di halaman 21 butir 1.6.1.1 lampiran PER-16/PJ/2016
  • Karyawan yang berhenti bekerja di periode berjalan yang masih memiliki kewajiban pajak subjektif pada saat berhenti
    • Untuk cara penghitungan masa atau bulanan : penghasilan neto sebulan dikali 12
    • Untuk Penghitungan kembali pada masa dimana pegawai tetap berhenti bekerja : PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan jumlah seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh, baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur, selama pegawai tetap yang bersangkutan bekerja pada pemotong pajak (tidak disetahunkan) (lampiran PER-16/PJ/2016 halaman 4 butir I.2 angka 2 huruf a)
    • Contoh penghitungannya : Klik disini di halaman 23 butir 1.6.2.1 lampiran PER-16/PJ/2016
  • Pendatang dari luar negeri dalam periode berjalan (kewajiban pajak subjektifnya baru dimulai setelah bulan Januari)
    • Untuk cara penghitungan masa atau bulanan : penghasilan neto sebulan dikali 12
    • Untuk Penghitungan kembali pada masa dimana pegawai tetap berhenti bekerja : PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan jumlah seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh, baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur, yang disetahunkan (lampiran PER-16/PJ/2016 halaman 5 butir I.2 angka 2 huruf b)
    • Contoh penghitungan dalam hal pendatang dari luar negeri tersebut menjadi SPDN sejak awal kedatangannya di Indonesia : Klik disini di halaman 22 butir 1.6.1.2 lampiran PER-16/PJ/2016
  • Karyawan yang berhenti karena meninggal dunia (yang kewajiban pajak subjektifnya berakhir sebelum bulan Desember)
    • Untuk cara penghitungan masa atau bulanan : penghasilan neto sebulan dikali 12
    • Untuk Penghitungan kembali pada masa dimana pegawai tetap berhenti bekerja: PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan jumlah seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh, baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur, yang disetahunkan (lampiran PER-16/PJ/2016 halaman 5 butir I.2 angka 2 huruf b)
    • Contoh penghitungannya : Klik disini di halaman 24 butir 1.6.2.2 lampiran PER-16/PJ/2016 (cara penghitungannya sama dengan pegawai yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya)
  • Karyawan yang berhenti karena meninggalkan Indonesia selama-lamanya (yang kewajiban pajak subjektifnya berakhir sebelum bulan Desember)
    • Untuk cara penghitungan masa atau bulanan : penghasilan neto sebulan dikali 12
    • Untuk Penghitungan kembali pada masa dimana pegawai tetap berhenti bekerja: PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan jumlah seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh, baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur, yang disetahunkan (lampiran PER-16/PJ/2016 halaman 5 butir I.2 angka 2 huruf b)
    • Contoh penghitungannya : Klik disini di halaman 24 butir 1.6.2.2 lampiran PER-16/PJ/2016
  • Mutasi dari pemberi kerja yang sama
    • Untuk cara penghitungan masa atau bulanan: penghasilan neto sebulan dikali 12
    • Untuk Penghitungan kembali pada masa dimana pegawai tetap berhenti bekerja: PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan jumlah seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh, baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur, yang disetahunkan (lampiran PER-16/PJ/2016 halaman 5 butir I.2 angka 2 huruf b)
    • Contoh penghitungannya : Klik disini di halaman 17 butir 1.5 lampiran PER-16/PJ/2016

Ketentuan Penghitungan PPh Pasal 21 Dalam Beberapa Kondisi

  • Dalam hal pegawai memperoleh penghasilan dalam mata uang asing baik sebagian atau seluruhnya. Contoh penghitungannya Klik disini di halaman 26 butir 1.7 lampiran PER-16/PJ/2016
  • Dalam hal PPh 21 pegawai ditanggung oleh pemberi kerja baik sebagian atau seluruhnya
    • PPh Pasal 21 yang ditanggung dan dibayar oleh pemberi kerja tidak dapat dikurangkan dari Penghasilan Bruto pemberi kerja dan bukan merupakan penghasilan yang dikenakan pajak.
    • Namun apabila pemberi kerja adalah bukan Wajib Pajak selain pemerintah atau Wajib Pajak yang pengenaan pajaknya berdasarkan PPh Final atau berdasarkan norma penghitungan khusus (demeed profit), maka kenikmatan berupa pajak yang ditanggung pemberi kerja ditambahkan ke dalam penghasilan dari pegawai yang bersangkutan.
    • Contoh penghitungannya Klik disini di halaman 27 butir 1.8 lampiran PER-16/PJ/2016
  • Dalam hal Pegawai tetap memperoleh tunjangan pajak. Contoh penghitungannya Klik disini di halaman 28 butir 1.9 lampiran PER-16/PJ/2016
  • Dalam hal pegawai menerima penghasilan dalam bentuk natura/kenikmatan dari WP yang pengenaan PPh-nya bersifat final atau berdasarkan Norma Penghitungan Khusus (Deemed Profit). Contoh penghitungannya Klik disini di halaman 28 butir 1.10 lampiran PER-16/PJ/2016
  • Dalam hal pegawai tetap baru memiliki NPWP pada tahun berjalan. Contoh penghitungannya Klik disini di halaman 29 butir 1.11 lampiran PER-16/PJ/2016

Penerima Pensiun Berkala

Contoh penghitungannya Klik disini di halaman 33 romawi II lampiran PER-16/PJ/2016

Biaya Jabatan dan Biaya Pensiun

0
biaya jabatan dan biaya pensiun
biaya jabatan dan biaya pensiun

Pengertian Biaya Jabatan dan Biaya Pensiun

  • Biaya Jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang diterima dari pemberi kerja oleh setiap pegawai tetap tanpa memandang kedudukan atau jabatan. (Pasal 6 ayat (1) UU PPh dan petunjuk pengisian 1770 di dalam Lampiran II PER-36/PJ/2015)
  • Biaya Pensiun adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang diterima dari pemberi kerja oleh setiap pensiunan tanpa memandang kedudukan atau jabatan. (Pasal 6 ayat (1) UU PPh dan petunjuk pengisian 1770 di dalam Lampiran II PER-36/PJ/2015)

Tabel Biaya Jabatan dan Biaya Pensiun

PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak): Panduan Lengkap untuk Wajib Pajak Orang Pribadi

0
ptkp penghasilan tidak kena pajak

Bagi Anda sebagai Wajib Pajak orang pribadi di Indonesia, memahami istilah ­PTKP atau Penghasilan Tidak Kena Pajak adalah hal fundamental. Istilah ini sering muncul dalam pengenaan pajak penghasilan (PPh 21), namun bukan hanya untuk karyawan — juga relevan untuk semua yang memperoleh penghasilan. Artikel ini akan membahas secara tuntas: apa itu PTKP, dasar hukumnya, besaran yang berlaku, cara menghitungnya, serta implikasinya dalam pelaporan dan pemotongan pajak.

Apa Itu PTKP dan Mengapa Penting?

PTKP adalah nilai penghasilan tahunan tertentu yang tidak dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) bagi orang pribadi. Secara lebih rinci, PTKP berfungsi sebagai pengurang penghasilan neto sebelum masuk ke penghasilan kena pajak (PKP) yang akan dikenakan tarif PPh.

Dengan kata lain, jika penghasilan Anda dalam setahun (setelah dikurangi komponen-pengurang lain) tidak melebihi nilai PTKP, maka secara prinsip Anda tidak diwajibkan membayar PPh atas penghasilan tersebut.

Mengapa ini penting? Karena:

  • Menentukan apakah Anda bebas pagar pajak atau tidak.
  • Menjadi dasar pemotongan PPh 21 oleh pemberi kerja.
  • Memengaruhi besaran pajak yang harus dibayar saat pelaporan SPT Tahunan.
  • Memberi kepastian hukum bagi Wajib Pajak dalam merencanakan penghasilan dan pajak.

Dasar Hukum PTKP

Beberapa dasar hukum penting yang membahas PTKP antara lain:

  • Undang‑Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (Pasal 7) menyebutkan bahwa penghasilan tidak kena pajak merupakan jumlah pendapatan yang dibebaskan dari PPh.
  • UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) — meskipun tidak secara spesifik mengubah besaran PTKP, namun memberi kerangka pembaruan sistem perpajakan.
  • Peraturan Menteri Keuangan No. 101/PMK.010/2016 tentang Penyesuaian Besarnya PTKP — yang hingga saat ini masih menjadi acuan besaran PTKP.

Besaran PTKP yang Berlaku

Berdasarkan ketentuan yang berlaku saat ini, berikut adalah ringkasan besaran PTKP menurut status Wajib Pajak (WP) orang pribadi:

Status WPBesaran PTKP Per TahunCatatan
Tidak Kawin (TK/0)Rp 54.000.000WP lajang tanpa tanggungan
Tidak Kawin + 1 tanggungan (TK/1)Rp 58.500.000Tambahan tanggungan Rp 4,5 juta
Tidak Kawin + 2 tanggungan (TK/2)Rp 63.000.000Hingga maksimal 3 tanggungan
Tidak Kawin + 3 tanggungan (TK/3)Rp 67.500.000Maksimal 3 tanggungan
Kawin (K/0)Rp 58.500.000WP kawin tanpa tanggungan
Kawin (K/1)Rp 63.000.000WP kawin + 1 tanggungan
Kawin (K/2)Rp 67.500.000WP kawin + 2 tanggungan
Kawin (K/3)Rp 72.000.000WP kawin + 3 tanggungan
Kawin dan penghasilan istri digabung (K/I/0)Rp 112.500.000Istri penghasilan digabung suami
K/I/1Rp 117.000.000K/I + 1 tanggungan
K/I/2Rp 121.500.000K/I + 2 tanggungan
K/I/3Rp 126.000.000K/I + 3 tanggungan

Penjelasan: “tanggungan” dalam konteks PTKP adalah anggota keluarga sedarah atau semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, maksimal 3 orang setiap keluarga.

Cara Menghitung PTKP dan Pengaruhnya terhadap PPh 21

Langkah-Langkah Menghitung PTKP

  • Tentukan status perkawinan Anda (Belum kawin, Kawin, Kawin dengan penghasilan istri digabung).
  • Hitung jumlah tanggungan (maksimal 3 orang) yang memenuhi kriteria.
  • Ambil nilai PTKP sesuai status Anda dari tabel di atas.
  • Hitung penghasilan bruto tahunan Anda (gaji, tunjangan, bonus, penghasilan lainnya).
  • Kurangi dengan komponen-pengurang yang diperkenankan (misalnya biaya jabatan, iuran pensiun) hingga memperoleh penghasilan neto.
  • Kurangi penghasilan neto dengan PTKP → hasilnya adalah Penghasilan Kena Pajak (PKP).
  • Hasil PKP kemudian dikenakan tarif PPh 21 progresif sesuai lapisan tarif yang berlaku.

Contoh Sederhana Perhitungan

Misalnya:

  • Pak A, belum menikah (TK/0) → PTKP = Rp 54.000.000.
  • Penghasilan bruto tahunan: Rp 70.000.000.
  • Penghasilan neto setelah pengurang: Rp 70.000.000 (anggap belum ada pengurang) → PKP = Rp 70.000.000 – Rp 54.000.000 = Rp 16.000.000.
  • PPh 21 terutang akan dikenakan atas PKP sebesar Rp 16.000.000 dengan tarif sesuai lapisan pertama (5 %) sesuai UU PPh Pasal 17 Ayat (1).

Kaitannya dengan Pemotongan Bulanan & Lapor SPT

  • Pemberi kerja melakukan pemotongan PPh 21 bulanan dengan memperhitungkan PTKP karyawan.
  • Meskipun penghasilan Anda di bawah PTKP → maka pajak bulanan bisa = 0, namun Anda masih wajib menyampaikan SPT Tahunan, kecuali status NPWP Anda sudah dinon-aktifkan lewat prosedur yang berlaku.
  • Jika status Anda berubah di tengah tahun (menikah, memiliki anak tanggungan) maka status baru berlaku mulai tahun pajak berikutnya, bukan otomatis di tengah tahun.

Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan

  • Nilai PTKP hingga saat ini belum ada penyesuaian besar meskipun banyak pihak mengusulkan agar disesuaikan dengan inflasi dan kenaikan biaya hidup.
  • Status tanggungan harus memenuhi kriteria: tinggal bersama, tidak memiliki penghasilan sendiri, dan menjadi tanggungan penuh. Tanggungan maksimum 3 orang.
  • Meskipun penghasilan Anda di bawah PTKP → tetap wajib lapor SPT Tahunan jika memiliki NPWP. Kegagalan melapor bisa berisiko.
  • PTKP berbeda dengan komponen-pengurang lainnya seperti biaya jabatan, iuran pensiun – yang harus dihitung terlebih dahulu sebelum pengurang PTKP diterapkan.
  • Pastikan status Anda tercatat dengan benar (misalnya kawin, jumlah tanggungan) di awal tahun pajak agar PTKP yang diterapkan sesuai aturan.

Kesimpulan

PTKP adalah instrumen penting dalam sistem pajak penghasilan orang pribadi di Indonesia karena menentukan batas penghasilan yang tidak dikenakan pajak. Dengan memahami nilai PTKP yang berlaku, cara menghitungnya, dan pengaruhnya terhadap pemotongan serta pelaporan PPh 21, Anda dapat menjalankan kewajiban pajak secara lebih tertib dan optimal. PTKP bukan hanya angka, tetapi bagian dari upaya keadilan pajak dan perlindungan terhadap penghasilan layak hidup.