Jumat, Oktober 3, 2025
22.6 C
Indonesia
Beranda blog Halaman 7

Kewajiban Perpajakan Pengusaha UMKM: Pentingnya Memahami dan Memenuhi Pajak dengan Benar

0
Kewajiban Perpajakan Pengusaha UMKM
Kewajiban Perpajakan Pengusaha UMKM

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu penggerak utama perekonomian Indonesia. Banyak pengusaha UMKM yang baru memulai bisnis sering kali fokus pada penjualan, pengembangan produk, dan menarik pelanggan. Namun, ada satu hal penting yang tidak boleh diabaikan, yaitu kewajiban perpajakan. Memahami dan melaksanakan kewajiban pajak dengan benar bukan hanya kewajiban hukum, tetapi juga dapat membantu perkembangan usaha menjadi lebih profesional dan dipercaya.

Siapa yang Disebut Pengusaha UMKM?

UMKM adalah usaha yang dimiliki perorangan atau badan usaha dengan skala kecil hingga menengah, dilihat dari jumlah karyawan, aset, dan omzet per tahun. Berdasarkan peraturan perpajakan di Indonesia, setiap UMKM yang memiliki penghasilan dari kegiatan usaha wajib mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak dan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Kewajiban Perpajakan UMKM

Ada beberapa kewajiban utama yang harus diperhatikan pengusaha UMKM:

  • Mendaftarkan NPWP
    Setiap pengusaha yang memiliki penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) wajib mendaftarkan NPWP di Kantor Pajak atau secara online melalui e-Registration. NPWP digunakan untuk identitas resmi perpajakan.
  • Membayar Pajak Penghasilan (PPh Final 0,5%)
    UMKM dengan omzet tidak lebih dari Rp4,8 miliar per tahun dapat menggunakan PPh Final sesuai PP 23 Tahun 2018 dengan tarif 0,5% dari omzet bulanan. Pajak ini dibayarkan setiap bulan melalui bank atau aplikasi pajak online, kemudian dilaporkan dalam SPT Tahunan.
  • Membuat Pembukuan atau Pencatatan
    Meski skalanya kecil, UMKM wajib melakukan pencatatan atau pembukuan yang rapi. Catatan ini penting untuk menghitung omzet, laba rugi, dan sebagai dasar penghitungan pajak.
  • Melaporkan SPT Masa dan SPT Tahunan
    Setiap Wajib Pajak, termasuk pengusaha UMKM, harus melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) baik SPT Masa maupun SPT Tahunan. Laporan ini bisa dilakukan secara online melalui e-Filing atau sistem terbaru Coretax untuk memudahkan proses.

Manfaat Taat Pajak bagi UMKM

Banyak pengusaha kecil yang menganggap pajak sebagai beban. Padahal, taat pajak membawa banyak manfaat, antara lain:

  • Meningkatkan kepercayaan pelanggan dan mitra bisnis, karena usaha dianggap legal dan tertib administrasi.
  • Memudahkan akses pendanaan seperti pinjaman bank atau investor yang sering mensyaratkan bukti kepatuhan pajak.
  • Menghindari sanksi berupa denda atau bunga akibat keterlambatan pembayaran dan pelaporan pajak.

Kesimpulan

Kewajiban perpajakan bagi pengusaha UMKM sebenarnya sederhana jika dipahami dengan baik. Hanya dengan mendaftarkan NPWP, membayar PPh Final 0,5% sesuai omzet, melakukan pencatatan keuangan, dan melaporkan SPT Masa dan Tahunan, kewajiban perpajakan dapat terpenuhi. Kepatuhan pajak bukan hanya kewajiban, tetapi juga bagian dari langkah membangun bisnis yang sehat, profesional, dan berkelanjutan.

Jasa Perorangan kena PPh Pasal 21 Atau PPh Pasal 23

0
PPh Pasal 21 Jasa Perseorangan
PPh Pasal 21 atas jasa perseorangan

Dasar Hukum

  • Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 Tentang Tarif pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, jasa Atau Kegiatan Wajib Pajak Orang pribadi
  • PMK-168 Tahun 2023 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan PPh Sehubungan Dengan Pekerjaan,Jasa atau Kegiatan Orang Pribadi.
  • Pasal 1 ayat 2 PMK-168 Tahun 2023
    “Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, uang pensiun, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan.”
  • Pasal 1 ayat 12 PMK-168 Tahun 2023
    “Bukan Pegawai adalah orang pribadi selain Pegawai Tetap dan Pegawai Tidak Tetap yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan atas Pekerjaan Bebas atau jasa yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.”
  • Penerima penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan merupakan wajib pajak orang pribadi, meliputi salah satunya adalah BUKAN PEGAWAI (Pasal 3 ayat 1 huruf e), dimana pengertian Bukan Pegawai meliputi salah satunya adalah adalah Pemberi jasa dalam segala bidang (Pasal 3 ayat 2 huruf f)

Cara Hitung PPh Pasal 21 Bukan Pegawai

Secara mendasar, perhitungan PPh 21 untuk bukan pegawai dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan sifat penghasilannya: berkesinambungan (berkelanjutan/rutin) dan tidak berkesinambungan (diterima satu kali saja).

Sebelum masuk ke perhitungan, mari kita pahami siapa saja yang termasuk dalam kategori “Bukan Pegawai”. Mereka adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apa pun dari pemotong PPh Pasal 21 sebagai imbalan jasa. Contohnya :

  • tenaga ahli yang melakukan Pekerjaan Bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, pejabat pembuat akta tanah, penilai, dan aktuaris;
  • pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, pembuat/pencipta konten pada media yang dibagikan secara daring (influencer, selebgram, blogger, vlogger, dan sejenis lainnya), dan seniman lainnya;
  • olahragawan;
  • penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
  • pengarang, peneliti, dan penerjemah;
  • pemberi jasa dalam segala bidang;
  • agen iklan;
  • pengawas atau pengelola proyek;
  • pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
  • petugas penjaja barang dagangan;
  • agen asuransi; dan
  • distributor perusahaan pemasaran berjenjang atau penjualan langsung dan kegiatan sejenis lainnya.

Perhitungan PPh Pasal 21 Bukan Pegawai
Dasar hukum utama yang perlu diperhatikan adalah Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2023 dan Peraturan Menteri Keuangan No. 168 Tahun 2023.

  1. Imbalan yang Bersifat Tidak Berkesinambungan (Satu Kali)
    Ini berlaku untuk penghasilan yang diterima hanya satu kali dalam satu tahun kalender untuk sebuah pekerjaan.

Rumus:

PPh 21 Terutang=Tarif Pasal 17×(50%×Penghasilan Bruto)
Penjelasan:

Penghasilan Bruto: Total honorarium atau imbalan yang diterima sebelum dipotong apa pun.

Dasar Pengenaan Pajak (DPP): Untuk imbalan tidak berkesinambungan, DPP-nya adalah 50% dari penghasilan bruto.

Tarif Pasal 17: Menggunakan tarif progresif sesuai UU HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan).

Tarif Progresif PPh Pasal 17:

5% untuk penghasilan kena pajak sampai dengan Rp 60.000.000

15% untuk penghasilan kena pajak di atas Rp 60.000.000 s.d. Rp 250.000.000

25% untuk penghasilan kena pajak di atas Rp 250.000.000 s.d. Rp 500.000.000

30% untuk penghasilan kena pajak di atas Rp 500.000.000 s.d. Rp 5.000.000.000

35% untuk penghasilan kena pajak di atas Rp 5.000.000.000

Contoh:
Rina adalah seorang desainer grafis lepas. Ia disewa oleh PT ABC untuk membuat desain logo dan menerima honorarium sebesar Rp 20.000.000. Ini adalah satu-satunya pekerjaan Rina dari PT ABC dalam setahun. Rina memiliki NPWP.

Hitung Dasar Pengenaan Pajak (DPP):
50%×Rp 20.000.000=Rp 10.000.000

Hitung PPh 21 Terutang:
DPP sebesar Rp 10.000.000 berada di lapisan tarif pertama (5%).
5%×Rp 10.000.000=Rp 500.000

Jadi, PT ABC akan memotong PPh 21 sebesar Rp 500.000 dari honorarium Rina.

Latihan Soal PPh 21

0

PT. Satu Dua Tiga adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan mesin, pada bulan Januari 2023 mempunyai 5 pegawai tetap dan 1 tenaga ahli dengan

Cara Buat Bukti Potong PPh Pasal 21 Masa Untuk Pegawai Tetap

0
cara buat bukti potong pph 21
cara buat bukti potong pph 21

Dalam sistem perpajakan Indonesia, pemberi kerja wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 21 atas penghasilan karyawan. Salah satu kewajiban penting adalah membuat Bukti Potong PPh 21 Masa untuk pegawai tetap.

Dengan diberlakukannya sistem Coretax DJP, tata cara pembuatan bukti potong kini mengalami penyesuaian, terutama dalam pelaporan elektronik (e-Filing dan e-Bupot). Nah, jika Anda HR atau staf pajak yang baru menggunakan Coretax, berikut ini panduan step-by-step membuat bukti potong PPh 21 untuk pegawai tetap secara online.

📚 Dasar Hukum
Pembuatan dan pelaporan bukti potong PPh 21 diatur dalam:

UU No. 7 Tahun 2021 (Harmonisasi Peraturan Perpajakan)

PP No. 55 Tahun 2022

PER-23/PJ/2020 tentang Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian, dan Penyampaian Bukti Potong Elektronik PPh Pasal 21/26

Implementasi terbaru sistem Coretax DJP Online (2024–2025)

🛠️ Persiapan Data
Sebelum mulai membuat bukti potong, pastikan Anda sudah menyiapkan:

Data pegawai (NPWP, nama lengkap, jabatan, NIK, status PTKP)

Jumlah penghasilan bruto

Potongan (BPJS, iuran pensiun, dll.)

PPh 21 terutang bulan berjalan

🔐 Langkah 1: Login ke DJP Online (Coretax)
Akses situs: https://pajak.go.id

Klik Login dan masukkan:

NPWP Perusahaan

Password

Kode keamanan

Setelah berhasil login, Anda akan melihat tampilan baru Coretax jika akun telah bermigrasi.

📄 Langkah 2: Masuk Menu e-Bupot PPh 21/26
Pilih menu “e-Bupot 21/26”

Klik tombol “Buat Bukti Potong”

Pilih Masa Pajak (misal: Juni 2025)

Klik “Tambah Data” untuk mulai membuat bukti potong

📝 Langkah 3: Isi Data Pegawai dan Penghasilan
Isikan detail sebagai berikut:

Jenis Bukti Potong: 1721-A1 (pegawai tetap)

NPWP/NIK Pegawai

Nama & Jabatan

Status PTKP (misal: K/1, TK/0, dsb.)

Penghasilan Bruto (gaji, tunjangan, THR, bonus)

Potongan (jika ada)

Penghasilan Neto dan PPh 21 yang dipotong bulan tersebut

Sistem akan otomatis menghitung PPh 21 terutang berdasarkan tarif progresif terbaru.

💾 Langkah 4: Simpan dan Lanjutkan
Setelah semua data benar, klik tombol “Simpan” atau “Lanjutkan”.
Anda dapat mengulangi langkah ini untuk semua pegawai yang dipotong PPh 21 pada masa tersebut.

Jika ingin unggah massal, Anda bisa gunakan template Excel (CSV) yang disediakan oleh sistem Coretax.

📤 Langkah 5: Kirim dan Lapor
Setelah semua bukti potong selesai dibuat:

Klik tombol “Posting & Kirim”

Sistem akan mengirim bukti potong ke DJP

Anda akan mendapat BPE (Bukti Penerimaan Elektronik) sebagai bukti sah pelaporan

📥 Langkah 6: Unduh Bukti Potong
Setelah berhasil dikirim, Anda bisa mengunduh bukti potong untuk masing-masing pegawai dalam format PDF (1721-A1). Dokumen ini bisa diberikan ke karyawan untuk pelaporan SPT Tahunan mereka.

📌 Penutup
Pembuatan bukti potong PPh 21 untuk pegawai tetap kini lebih efisien dengan sistem e-Bupot Coretax DJP Online. Selama data Anda valid dan sesuai ketentuan, proses ini bisa dilakukan sepenuhnya online tanpa harus install aplikasi tambahan.

Selalu pastikan pelaporan dilakukan setiap bulan dan tidak lewat tanggal jatuh tempo (tanggal 20 bulan berikutnya) agar terhindar dari sanksi administrasi.

Cara Mengajukan Surat Keterangan Fiskal di Coretax: Panduan Lengkap dan Mudah Dipahami

0
Permohonan surat keterangan fiskal
Permohonan surat keterangan fiskal

Surat Keterangan Fiskal (SKF) adalah dokumen resmi yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai bukti bahwa Wajib Pajak telah memenuhi kewajiban perpajakan tertentu. Biasanya, SKF dibutuhkan untuk keperluan:

Mengikuti tender atau proyek pemerintah,

Permohonan kredit bank,

Pengajuan fasilitas perpajakan, atau

Kepentingan administratif lainnya.

Dengan diberlakukannya sistem administrasi pajak baru berbasis Coretax, proses permohonan SKF kini dilakukan secara digital melalui DJP Online versi Coretax. Nah, jika Anda belum pernah mengajukan sebelumnya, berikut ini panduan step-by-step cara mengajukan Surat Keterangan Fiskal di Coretax DJP Online.

✅ Syarat Pengajuan Surat Keterangan Fiskal
Sebelum mengajukan SKF, pastikan Anda telah:

Memiliki NPWP aktif,

Sudah menyampaikan SPT Tahunan 2 tahun terakhir,

Tidak memiliki tunggakan pajak (kecuali yang sedang diangsur atau ditangguhkan),

Tidak sedang dalam proses pemeriksaan atau penyidikan pajak.

🔐 Langkah 1: Login ke DJP Online (Coretax)
Buka laman: https://pajak.go.id

Klik tombol “Login”

Masukkan:

NPWP

Password

Kode keamanan (captcha)

Setelah masuk, Anda akan melihat tampilan dashboard Coretax jika akun Anda sudah migrasi.

📄 Langkah 2: Akses Menu Surat Keterangan Fiskal
Di dashboard DJP Online, pilih menu “Layanan”

Klik sub-menu “Permohonan”

Pilih jenis permohonan “Surat Keterangan Fiskal (SKF)”

Anda akan diarahkan ke halaman formulir pengajuan SKF.

📝 Langkah 3: Isi Formulir Pengajuan
Isi data pada formulir dengan lengkap dan benar:

Jenis Pengajuan: Permohonan SKF

Tujuan Penggunaan: (Contoh: Untuk mengikuti tender pengadaan barang/jasa di [instansi])

Nama Instansi Tujuan: (Contoh: LKPP atau Kementerian PUPR)

Alamat Instansi Tujuan

Lampiran pendukung (jika diminta)

Tips: Jika Anda mewakili perusahaan, pastikan nama perusahaan dan NPWP sesuai dengan dokumen legalitas.

📤 Langkah 4: Kirim Permohonan
Setelah formulir terisi, klik tombol “Kirim Permohonan”.
Sistem akan menampilkan notifikasi bahwa permohonan telah berhasil dikirim dan akan diproses oleh KPP terdaftar.

Anda juga akan menerima Nomor Tiket Permohonan yang bisa digunakan untuk memantau statusnya.

⏳ Langkah 5: Cek Status Permohonan
Kembali ke menu “Layanan” → “Daftar Permohonan”

Lihat kolom status:

Dalam Proses: Masih ditelaah petugas KPP

Disetujui: Surat Keterangan Fiskal sudah terbit

Ditolak: Akan muncul alasan penolakan (misalnya SPT belum lengkap)

📥 Langkah 6: Unduh Surat Keterangan Fiskal
Jika status berubah menjadi “Disetujui”, Anda bisa langsung mengunduh SKF dalam format PDF dari sistem.

Klik “Unduh” pada baris permohonan yang disetujui.

Simpan dokumen dan gunakan sesuai kebutuhan administratif Anda.

📌 Penutup
Mengajukan Surat Keterangan Fiskal kini lebih praktis dengan sistem Coretax. Anda tidak perlu lagi datang ke kantor pajak—semua cukup dilakukan secara online melalui DJP Online. Pastikan kewajiban pajak Anda tertib agar proses persetujuan berjalan lancar.

Jika permohonan ditolak, Anda bisa menghubungi KPP tempat Anda terdaftar untuk klarifikasi dan perbaikan.

Cara Buat Kode Billing PPN Tanggung Renteng di Coretax

0
Cara buat kode billing PPN Tanggung renteng
Cara buat kode billing PPN Tanggung renteng

Untuk membantu memudahkan penyetoran, DJP menyediakan kode billing khusus bernomor 411211-108 untuk PPN tanggung renteng. Dengan kode ini, instansi pemerintah bisa membuat kode billing secara mandiri melalui sistem seperti Coretax atau e-Billing.

Berikut manfaat penting dari fasilitas tersebut:

  • Mudah dibuat secara mandiri, tanpa harus datang ke kantor pajak.
  • Mempermudah audit dan pelacakan pembayaran karena KAP/KJS jelas.
  • Memastikan akuntabilitas dan transparansi administrasi pembayaran PPN.

✅ Langkah-langkah Bayar PPN Tanggung Renteng di Coretax

Buka browser dan akses website https://Coretaxdjp.pajak.go.id dan silahkan login dengan menggunakan NIK / NPWP 16 digit, masukkan password dan kode keamanan yang muncul (Captcha) berikutnya klik Login

Selanjutnya silahkan pilih menu Pembayaran–> Layanan Mandiri Kode Billing

Berikutnya akan muncul tampilan NPWP dan Nama kita dibagian yang diblur dan jika data tersebut sudah benar silahkan klik Lanjut

Untuk membuat kode billing PPN tanggung Renteng silahkan pilih Kode Jenis Pajak 411211-108 (Pembayaran PPN tanggung jawab secara renteng)

Pastikan sudah memilih kode jenis pajak yang sesuai dan silahkan pilih masa pajak yang akan digunakan untuk masa pajak setoran PPN tanggung jawab secara renteng, kemudian klik Lanjut

Silahkan isi nominal setoran yang akan dibayarkan kemudian isi kolom keterangan untuk mempermudah identifikasi setoran dan klik Unduh Kode Billing

Kode billing akan otomatis terunduh dan bisa langsung dicetak dan disetorkan melalui Bank, Kantor pos atau ATM serta Mobile Banking

Pasal 126 PER-11/PJ/2025 adalah terobosan penting dalam tata kelola PPN di Indonesia. Kini, instansi pemerintah secara legal bisa memungut PPN dari non-PKP melalui mekanisme tanggung renteng—tanpa harus menebak atau bingung soal mekanisme setoran.

Pertanyaan atau pengalaman menerapkan fasilitas ini? Yuk diskusi—sharing pengalaman di kolom komentar agar kita semua semakin paham dan #PajakLebihMudah.

Ingin lebih efisien dalam penyetoran PPN tanggung renteng? Coba gunakan kode billing 411211-108!

Cara Buat Kode Billing PPh Final Pengalihan Tanah Bangunan di Coretax

0
pajak jual beli tanah bangunan
pajak jual beli tanah bangunan

Pajak Penghasilan (PPh) Final atas jual beli tanah dan/atau bangunan merupakan salah satu kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak penjual. Sesuai ketentuan yang berlaku, sebelum proses balik nama atau pendaftaran hak dilakukan, PPh Final sebesar 2,5% dari nilai bruto transaksi harus dibayar terlebih dahulu. Kini, proses pembayaran ini dilakukan melalui sistem Coretax DJP Online, sistem administrasi perpajakan terbaru dari Direktorat Jenderal Pajak.

Jika Anda ingin tahu bagaimana cara bayar PPh Final jual beli tanah dan bangunan secara online, berikut ini panduan mudahnya.

Lakukan login terlebih dahulu di https://coretaxdjp.pajak.go.id dengan menggunakan akun PIC Utama atau akun wajib pajak yang akan melakukan pembayaran PPh Final Jual beli tanah bangunan, berikutnya pilih menu Pembayaran dan pilih Layanan Mandiri Kode Billing

Jika yang akan melakukan pembayaran adalah wajib pajak badan usaha pastikan lakukan impersonating ke akun wajib pajak badan terlebih dahulu sehingga muncul keterangan bahwa Your Currently Impersonating wajib pajak xxxx kemudian klik Lanjut

Jika Akan melakukan setoran untuk wajib pajak perorangan maka pastikan muncul tampilan identitas wajib pajak seperti gambar dibawah ini, pastikan identitas wajib pajak sudah benar dan silahkan klik Lanjut

Berikutnya silahkan pilih Kode Jenis Pajak (KJP) dengan kode 411128 dan Kode Jenis Setoran (KJS) dengan kode 108, berikutnya silahkan centang opsi NOP dan silahkan isikan Nomor Objek Pajak di kolom NOP, selanjutnya isi kolom Letak Objek Pajak dengan alamat / letak Tanah atau Bangunannya

Berikutnya silahkan pilih Provinsi, Kota, Kecamatan, Kelurahan sesuai posisi Tanah dan atau Bangunan yang akan dialihkan / dijual dan silahkan klik Lanjut

berikutnya silahkan isi nominal Jumlah PPh yang akan disetorkan (angka 1) dan silahkan klik Unduh Kode Billing (angka 2)

Kode billing PPh Final yang otomatis akan terunduh seperti contoh dibawah ini

Atas kode billing yang sudah berhasil diunduh silahkan cetak dan langsung bayarkan melalui Teller Bank, Kantor Pos atau Mobile Banking dengan memasukkan ID Billing tersebut.

Cara Buat Kode Billing PPh Final UMKM di Coretax

0
Cara Buat Kode Billing PPh Final UMKM
Cara Buat Kode Billing PPh Final UMKM

Sejak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menerapkan sistem administrasi perpajakan baru yang dikenal dengan Coretax, banyak Wajib Pajak, termasuk pelaku UMKM, mulai menyesuaikan diri dengan antarmuka dan alur yang berbeda dari sebelumnya.

Bagi Anda pelaku UMKM yang ingin membayar PPh Final 0,5% sesuai PP 55 Tahun 2022, salah satu langkah pentingnya adalah membuat kode billing melalui DJP Online. Berikut ini panduan mudah dan praktis yang bisa Anda ikuti langkah demi langkah.

Login ke Website Coretax

Langkah pertama, buka situs resmi coretax di https://coretaxdjp.pajak.go.id , kemudian input 16 digit NPWP / NIK, password dan Kode keamanan (captcha) kemudian klik login.

Lakukan Impersonating Akun

Dalam hal rekan adalah wakil dari sebuah entitas badan usaha maka silahkan lakukan impersonating akun terlebih dahulu

Pembuatan Kode Billing

Silahkan rekan masuk ke Menu “Pembayaran — Layanan Mandiri Kode Billing” Setelah berhasil login, pada halaman dashboard Anda akan melihat beberapa menu utama. Klik pada menu “Bayar” untuk mulai membuat kode billing.

Di sistem Coretax, tampilan menu pembayaran ini sedikit berbeda. Anda akan melihat tombol “Buat Kode Billing” atau “e-Billing Coretax” – klik tombol tersebut untuk masuk ke tahap berikutnya.

  1. Isi Formulir Pembuatan Kode Billing
    Pada halaman ini, Anda diminta untuk mengisi beberapa data pajak. Agar sesuai dengan pembayaran PPh Final UMKM, ikuti panduan pengisiannya:

Jenis Pajak: 411128 (PPh Final)

Jenis Setoran: 420 (PPh Final UMKM – PP 55/2022)

Masa Pajak: Pilih bulan dan tahun sesuai dengan periode omzet

Jumlah Setor: Masukkan 0,5% dari omzet kotor bulan tersebut

Uraian: Bisa diisi dengan “PPh Final UMKM sesuai PP 55/2022”

Contohnya, jika omzet Anda di bulan Juni 2025 adalah Rp30.000.000, maka pajak yang harus dibayar adalah Rp150.000.

  1. Konfirmasi dan Buat Kode Billing
    Setelah semua data terisi, klik tombol “Lanjutkan”. Sistem akan menampilkan ringkasan data billing Anda. Periksa sekali lagi, pastikan tidak ada kesalahan.

Jika sudah sesuai, klik “Buat Kode Billing”. Dalam beberapa detik, sistem akan memproses dan menampilkan Nomor Kode Billing Anda.

  1. Simpan atau Cetak Kode Billing
    Kode billing bisa Anda salin atau cetak dalam bentuk PDF. Kode ini nantinya digunakan untuk membayar pajak melalui:

ATM atau teller bank

Internet banking

Kantor Pos

Aplikasi pembayaran pajak seperti OnlinePajak, PajakPay, dll.

Penutup
Itulah langkah-langkah mudah untuk membuat kode billing PPh Final UMKM melalui sistem Coretax DJP Online. Meskipun tampilannya kini lebih modern, proses pembuatannya tetap sederhana asal Anda mengikuti alurnya dengan benar.

Jangan lupa, pembayaran pajak tepat waktu bukan hanya kewajiban, tapi juga bentuk kontribusi nyata Anda bagi pembangunan negeri. Jika Anda mengalami kendala teknis saat mengakses sistem, segera hubungi KPP tempat Anda terdaftar.

Image

0

GUGATAN

0

Pengertian Gugatan

Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak terhadap pelaksanaan penagihan Pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan Gugatan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Pasal 1 angka 7 UU Nomor 14 TAHUN 2002. Sedangkan Pengertian dari Putusan Gugatan adalah putusan badan peradilan pajak atas gugatan terhadap hal-hal yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat diajukan gugatan. Pasal 1 angka 36 UU Nomor 28 TAHUN 2007

Dasar Hukum

  • Pasal 23 UU Nomor 28 TAHUN 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan ketiga atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
  • Pasal 37, 38, 39, 40, 41, 42 PP 74 TAHUN 2011 (berlaku sejak 1 Januari 2012) tentang tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan
    • Pasal 65 PP 74 TAHUN 2011 menyebutkan bahwa “Pada saat PP ini mulai berlaku (sejak 1 Januari 2012), peraturan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 80 TAHUN 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 TAHUN 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4797) dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini”.
    • Pasal 64 huruf h PP 74 TAHUN 2011 menyebutkan bahwa “Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, terhadap pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan yang belum diselesaikan yang berkaitan dengan pengajuan gugatan terhadap penerbitan surat ketetapan pajak berdasarkan Pemeriksaan yang dimulai setelah tanggal 31 Desember 2007 yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan berlaku ketentuan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
  • Pasal 40,41,42,43 UU Nomor 14 TAHUN 2002 (berlaku sejak 12 April 2002) tentang Pengadilan Pajak

Yang Dapat Diajukan Gugatan (Pasal 23 UU KUP No.28 TAHUN 2007)

Didalam Pasal 23 ayat (2) UU Nomor 28 TAHUN 2007 Yang dapat diajukan gugatan adalah :

  • pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;
  • keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak;
  • keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26; atau
  • penerbitan SKP atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
    • SKP yang penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara penerbitan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dapat diajukan gugatan kepada badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf d Undang-Undang. (Pasal 38 ayat (1) PP 74 TAHUN 2011)
    • SKP yang penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara penerbitan ini meliputi SKP yang penerbitannya tidak berdasarkan pada: (Pasal 38 ayat (2) PP 74 TAHUN 2011) : hasil Verifikasi; hasil Pemeriksaan; hasil Pemeriksaan ulang; atau hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan terkait dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A Undang-Undang.
    • Termasuk dalam pengertian SKP yang penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara penerbitan ini meliputi SKP yang menetapkan Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak tidak sesuai dengan Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang dilakukan Verifikasi, Pemeriksaan, Pemeriksaan ulang, atau Pemeriksaan Bukti Permulaan (Pasal 38 ayat (3) PP 74 TAHUN 2011)
    • Surat Keputusan Keberatan yang penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara penerbitan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dapat diajukan gugatan kepada badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf d Undang-Undang.
    • Surat Keputusan Keberatan yang penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara penerbitan ini meliputi Surat Keputusan Keberatan yang penerbitannya tidak didahului dengan penyampaian surat pemberitahuan untuk hadir kepada Wajib Pajak.

Syarat Pengajuan Gugatan (Pasal 40 UU Pengadilan Pajak No. 14 TAHUN 2002)

  • Gugatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak.
  • Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap pelaksanaan penagihan Pajak adalah 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan. Jangka waktu ini tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan penggugat. Perpanjangan jangka waktunya adalah 14 (empat belas) hari terhitung sejak berakhirnya keadaan diluar kekuasaan penggugat.
  • Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap Keputusan selain Gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima keputusan yang digugat. Jangka waktu ini tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan penggugat. Perpanjangan jangka waktunya adalah 14 (empat belas) hari terhitung sejak berakhirnya keadaan diluar kekuasaan penggugat.
  • Terhadap 1 (satu) pelaksanaan penagihan atau 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Gugatan.
  • Gugatan disertai dengan alasan-alasan yang jelas, mencantumkan tanggal diterima, pelaksanaan penagihan, atau Keputusan yang digugat dan dilampiri salinan dokumen yang digugat.

Yang Dapat Mengajukan Gugatan (Pasal 41 UU Pengadilan Pajak No. 14 TAHUN 2002)

  • Gugatan dapat diajukan oleh penggugat, ahli warisnya, seorang pengurus, atau kuasa hukumnya dengan disertai alasan-alasan yang jelas, mencantumkan tanggal diterima, pelaksanaan penagihan, atau Keputusan yang digugat dan dilampiri salinan dokumen yang digugat.
  • Apabila selama proses Gugatan penggugat meninggal dunia. Gugatan dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya, atau pengampunya dalam hal penggugat pailit.
  • Apabila selama proses Gugatan, penggugat melakukan penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi, permohonan dimaksud dapat dilanjutkan oleh pihak yang menerima pertanggungjawaban karena penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi dimaksud.

Pencabutan Gugatan (Pasal 42 UU Pengadilan Pajak No. 14 TAHUN 2002)

  • Terhadap Gugatan dapat diajukan surat pernyataan pencabutan kepada Pengadilan Pajak.
  • Gugatan yang dicabut dihapus dari daftar sengketa dengan :
  • penetapan Ketua dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan sebelum sidang
  • putusan Majelis/Hakim Tunggal melalui pemeriksaan dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan setelah sidang atas persetujuan tergugat.
  • Gugatan yang telah dicabut melalui penetapan ketua atau putusan Majelis/Hakim Tunggal tidak dapat diajukan kembali.

Gugatan Tidak Menunda Atau Menghalangi Pelaksanaan Penagihan (Pasal 43 UU Pengadilan Pajak No. 14 TAHUN 2002)

  • Gugatan tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya penagihan Pajak atau kewajiban perpajakan.
  • Penggugat dapat mengajukan permohonan agar tindak lanjut pelaksanaan penagihan pajak ditunda selama pemeriksaan Sengketa Pajak sedang berjalan, sampai ada putusan Pengadilan Pajak. Permohonan ini dapat diajukan sekaligus dalam Gugatan dan dapat diputus terlebih dahulu dari pokok sengketanya. Permohonan penundaan pelaksanaan penagihan pajak dapat dikabulkan hanya apabila terdapat keadaan yang sangat mendesak yang mengakibatkan kepentingan penggugat sangat dirugikan jika pelaksanaan penagihan Pajak yang digugat itu dilaksanakan.

Tindak Lanjut DJP Atas Putusan Gugatan

Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat pelaksanaan Putusan Gugatan setelah menerima Putusan Gugatan. (Pasal 42 ayat (3) PP 74 TAHUN 2011)

  • Untuk Putusan Gugatan atas SKP yang penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara penerbitan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Direktur Jenderal Pajak menindaklanjuti Putusan Gugatan dengan menerbitkan kembali SKP sesuai dengan prosedur atau tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) atau ayat (3). (Pasal 40 ayat (1) PP 74 TAHUN 2011)
  • Untuk putusan gugatan yang menyebabkan DJP menerbitkan kembali SKP yang terkait dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat (1) Undang-Undang, penerbitan kembali SKP tersebut dilakukan dengan ketentuan: (Pasal 40 ayat (2) PP 74 TAHUN 2011), apabila jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat (1) Undang-Undang belum terlewati, surat ketetapan pajak diterbitkan sesuai dengan prosedur atau tata cara sebagaimana diatur dalam Pasal 38 ayat (2) dan ayat (3); dan apabila jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat (1) Undang-Undang terlewati, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar diterbitkan sesuai dengan Surat Pemberitahuan.
  • Untuk putusan gugatan atas Surat Keputusan Keberatan yang penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara penerbitan. Direktur Jenderal Pajak menindaklanjuti Putusan Gugatan tersebut dengan menerbitkan kembali Surat Keputusan Keberatan sesuai dengan prosedur atau tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2). (Pasal 41 ayat (1) PP 74 TAHUN 2011)
  • Untuk putusan gugatan dari badan peradilan pajak yang mengabulkan gugatan Wajib Pajak atas surat dari Direktur Jenderal Pajak yang menyatakan bahwa keberatan Wajib Pajak tidak dapat dipertimbangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (4) Undang-Undang. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan gugatan ke Pengadilan Pajak atas surat dari Direktur Jenderal Pajak yang menyatakan bahwa keberatan Wajib Pajak tidak dipertimbangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (4) Undang-Undang KUP, jangka waktu 12 (dua belas) bulan penyelesaian keberatan tertangguh, terhitung sejak tanggal dikirim surat dari Direktur Jenderal Pajak yang diajukan gugatan tersebut sampai dengan Putusan Gugatan Pengadilan Pajak diterima oleh Direktur Jenderal Pajak. (Butir E angka 7 huruf c SE-74/PJ/2015)

Ketentuan Peralihan

Pasal 64 huruf h PP 74 TAHUN 2011 menyebutkan bahwa “Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, terhadap pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan yang belum diselesaikan yang berkaitan dengan pengajuan gugatan terhadap penerbitan surat ketetapan pajak berdasarkan Pemeriksaan yang dimulai setelah tanggal 31 Desember 2007 yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan berlaku ketentuan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.