Jumat, Oktober 3, 2025
22.6 C
Indonesia

Penggunaan NIK Sebagai NPWP, NPWP 16 Digit, dan NITKU dalam Layanan Administrasi Perpajakan

Perpajakan di Indonesia terus mengalami transformasi menuju sistem yang lebih modern, sederhana, dan terintegrasi. Salah satu langkah besar yang diambil pemerintah adalah penyatuan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), penerapan NPWP dengan format 16 digit, serta pengenalan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU).

Kebijakan ini tidak sekadar perubahan teknis administrasi, melainkan bagian dari upaya jangka panjang untuk membangun ekosistem perpajakan yang lebih mudah diakses, transparan, dan terhubung dengan sistem identitas nasional.

1. Landasan Hukum

Kebijakan ini diatur dalam beberapa regulasi penting, antara lain:

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023.
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136 Tahun 2023 tentang Perubahan atas PMK 112/PMK.03/2022 mengenai NPWP bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, Badan, dan Instansi Pemerintah.
  3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-6/PJ/2024 tentang Penggunaan NIK sebagai NPWP, NPWP 16 digit, dan NITKU dalam layanan administrasi perpajakan.

Dengan dasar hukum ini, kepastian dan keabsahan penggunaan NIK sebagai NPWP serta penerapan format baru NPWP sudah jelas memiliki kekuatan mengikat.

2. Perubahan yang Berlaku Mulai 1 Juli 2024

Sejak 1 Juli 2024, berlaku ketentuan baru yang mengatur:

  • NIK digunakan sebagai NPWP bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang berstatus penduduk Indonesia.
  • NPWP dengan format 16 digit diperkenalkan sebagai standar baru, menggantikan format lama 15 digit secara bertahap.
  • NITKU mulai digunakan untuk mengidentifikasi lokasi atau cabang usaha Wajib Pajak.

Hal ini berarti, masyarakat tidak perlu lagi mengurus dua nomor identitas yang berbeda untuk kependudukan dan perpajakan. Cukup dengan satu NIK, seseorang sudah memiliki identitas perpajakan.

3. Skema Penerbitan NPWP

Menurut Pasal 5 PER-6/PJ/2024, mekanisme penerbitan NPWP adalah sebagai berikut:

  • Wajib Pajak Orang Pribadi Penduduk: dilakukan aktivasi NIK sebagai NPWP, sekaligus diberikan NPWP 15 digit.
  • Wajib Pajak Orang Pribadi Bukan Penduduk, Badan, dan Instansi Pemerintah: diberikan NPWP 15 digit dan NPWP 16 digit.
  • Wajib Pajak Cabang: diberikan NPWP 15 digit serta NIK/NPWP 16 digit yang merupakan NPWP pusat, disertai dengan NITKU.

Skema ini memastikan semua jenis Wajib Pajak memiliki identitas perpajakan yang jelas, baik pusat maupun cabang.

4. Layanan Administrasi yang Terintegrasi

Mulai 1 Juli 2024, berbagai layanan administrasi perpajakan dapat diakses menggunakan NIK sebagai NPWP, NPWP 16 digit, dan NITKU. Beberapa di antaranya meliputi:

  • Pendaftaran Wajib Pajak (e-Registration).
  • Akses akun profil di DJP Online.
  • Informasi konfirmasi status Wajib Pajak (KSWP).
  • Penerbitan bukti potong dan pelaporan SPT Masa PPh melalui e-Bupot (21/26, Unifikasi, maupun Instansi Pemerintah).
  • Pengajuan keberatan melalui e-Objection.

Integrasi ini memungkinkan Wajib Pajak melakukan hampir semua aktivitas administrasi secara digital dengan nomor identitas yang sama, sehingga lebih praktis.

5. Masa Transisi hingga 31 Desember 2024

Meskipun sudah diberlakukan mulai 1 Juli 2024, pemerintah memberikan masa transisi. Apabila ada sistem administrasi pihak lain (misalnya perbankan atau instansi pemerintah daerah) yang belum siap, maka NPWP 15 digit masih dapat digunakan sampai 31 Desember 2024.

Hal ini menunjukkan pemerintah cukup realistis dengan kondisi di lapangan, sekaligus memberikan waktu adaptasi bagi masyarakat dan institusi yang terhubung dengan sistem perpajakan.

6. Penyesuaian Dokumen Perpajakan

Mulai 1 Juli 2024, dokumen perpajakan seperti keputusan, ketetapan, formulir, dan dokumen lain akan disesuaikan dengan format baru.

Namun, dokumen yang masih menggunakan NPWP 15 digit tetap memiliki kekuatan hukum yang sama dengan dokumen yang sudah menggunakan NIK sebagai NPWP atau NPWP 16 digit.

Dengan kata lain, tidak ada dokumen perpajakan lama yang menjadi tidak sah hanya karena perbedaan format NPWP.

7. Manfaat bagi Wajib Pajak

Kebijakan ini membawa sejumlah manfaat penting, baik bagi Wajib Pajak maupun pemerintah:

  1. Kemudahan: cukup dengan NIK, seseorang sudah otomatis memiliki NPWP.
  2. Efisiensi: mengurangi beban administrasi, terutama saat membuka rekening bank, mengurus izin usaha, atau mengajukan kredit.
  3. Integrasi Data: mendukung sinergi antara Ditjen Pajak dan Ditjen Dukcapil, sehingga data lebih akurat.
  4. Pengawasan Lebih Baik: pemerintah dapat lebih efektif memantau kepatuhan perpajakan karena identitas tunggal.
  5. Transparansi: mendorong sistem perpajakan yang lebih terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan.

8. Tantangan Implementasi

Meski terlihat sederhana, implementasi kebijakan ini tentu menghadapi beberapa tantangan, antara lain:

  • Kesiapan sistem teknologi informasi baik di DJP maupun instansi lain yang terhubung.
  • Kesadaran masyarakat untuk melakukan aktivasi NIK sebagai NPWP.
  • Koordinasi antar lembaga, khususnya antara DJP dan Dukcapil.
  • Potensi masalah teknis seperti data ganda, NIK belum terdaftar, atau perbedaan data kependudukan dengan data pajak.

Oleh karena itu, pemerintah masih menyediakan masa transisi dan sosialisasi intensif agar proses berjalan mulus.

9. Penutup

Transformasi dari NPWP 15 digit ke NIK sebagai NPWP dan NPWP 16 digit bukanlah sekadar perubahan angka. Ini adalah bagian dari visi besar menuju administrasi perpajakan yang lebih modern, terintegrasi, dan ramah bagi masyarakat.

Dengan adanya NITKU, pengawasan terhadap kegiatan usaha juga semakin tertata. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pajak sekaligus mendukung penerimaan negara secara berkelanjutan.

Sebagai Wajib Pajak, yang perlu kita lakukan adalah memastikan NIK sudah aktif sebagai NPWP dan memahami ketentuan terbaru. Dengan begitu, proses administrasi pajak akan semakin mudah, cepat, dan aman.

Referensi Hukum

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang KUP, sebagaimana terakhir diubah dengan UU Nomor 6 Tahun 2023.
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136 Tahun 2023 tentang Perubahan atas PMK 112/PMK.03/2022.
  3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-6/PJ/2024

Hot this week

Perbedaan BPHTB dan PPh Pengalihan Tanah/Bangunan: Jangan Salah Kaprah!

Bagi banyak orang, membeli rumah, tanah, atau ruko adalah...

PPh Pasal 25 atas Orang Pribadi Pengusaha Tertentu: Wajib Tahu, Jangan Sampai Salah Hitung!

Menjadi seorang pengusaha memang penuh tantangan. Selain harus memikirkan...

Pajak atas Warisan: Apakah Harta Warisan Kena Pajak? Ini Penjelasan Lengkapnya

Pendahuluan Banyak orang masih bingung dengan satu pertanyaan sederhana tapi...

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2): Panduan Lengkap untuk Wajib Pajak

Kalau Anda memiliki rumah, tanah kosong, atau ruko di...

Mengapa Coretax Menggunakan Format XML?

Sistem perpajakan baru yang dinamakan Coretax mengubah cara kita...

Topics

Perbedaan BPHTB dan PPh Pengalihan Tanah/Bangunan: Jangan Salah Kaprah!

Bagi banyak orang, membeli rumah, tanah, atau ruko adalah...

PPh Pasal 25 atas Orang Pribadi Pengusaha Tertentu: Wajib Tahu, Jangan Sampai Salah Hitung!

Menjadi seorang pengusaha memang penuh tantangan. Selain harus memikirkan...

Pajak atas Warisan: Apakah Harta Warisan Kena Pajak? Ini Penjelasan Lengkapnya

Pendahuluan Banyak orang masih bingung dengan satu pertanyaan sederhana tapi...

Mengapa Coretax Menggunakan Format XML?

Sistem perpajakan baru yang dinamakan Coretax mengubah cara kita...

Jangan Asal Trading! Ini Cara Hitung PPh Pasal 22 atas Penjualan Aset Kripto

Beberapa tahun terakhir, dunia investasi di Indonesia semakin ramai...
spot_img

Related Articles

Popular Categories

spot_imgspot_img