Dalam setiap transaksi bisnis, faktur pajak menjadi dokumen yang sangat penting, khususnya bagi pihak pembeli atau penerima barang/jasa. Kenapa? Karena faktur pajak adalah syarat utama untuk bisa mengkreditkan PPN Masukan.
Masalahnya, seringkali muncul kasus di mana penjual terlambat menerbitkan faktur atau bahkan sudah menerbitkan, tapi belum melaporkannya di SPT Masa PPN. Akibatnya, pihak pembeli berada di posisi yang merugikan, karena faktur pajak yang seharusnya bisa dikreditkan menjadi “gantung”.
Artikel ini akan membahas apa saja risiko yang dihadapi pembeli (lawan transaksi) jika penjual tidak tertib administrasi pajak, serta bagaimana solusinya.
Mengapa Faktur Pajak Itu Penting bagi Pembeli?
Bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) pembeli, faktur pajak berfungsi sebagai:
- Bukti pungutan PPN yang sah dari penjual.
- Dasar untuk mengkreditkan PPN Masukan dalam SPT Masa PPN.
- Dokumen legal yang diakui oleh DJP saat audit atau pemeriksaan.
Tanpa faktur pajak yang sah, pembeli tidak bisa mengklaim PPN Masukan yang sudah dibayar.
Risiko Jika Penjual Tidak Menerbitkan Faktur Tepat Waktu
1. Pembeli Tidak Bisa Mengkreditkan PPN Masukan
Aturan tegas menyebutkan bahwa hanya faktur pajak yang diterbitkan tepat waktu dan dilaporkan penjual yang dapat dikreditkan oleh pembeli. Jika penjual lalai, pembeli kehilangan hak mengkreditkan PPN Masukan.
Contoh:
- PT A membeli barang dari PT B senilai Rp100 juta + PPN Rp11 juta.
- PT A membayar lunas, termasuk PPN Rp11 juta.
- Tapi PT B tidak segera menerbitkan faktur.
- Akibatnya, PT A tidak punya dasar hukum untuk mengkreditkan PPN Rp11 juta.
2. Risiko Ditemukan Selisih oleh DJP
Dalam sistem Coretax, DJP bisa langsung melihat data transaksi dari penjual maupun pembeli. Jika pembeli mengklaim PPN Masukan tapi penjual belum menerbitkan faktur atau belum melaporkannya, data akan mismatch.
Dampaknya:
- SP2DK bisa dikirimkan ke pembeli untuk klarifikasi.
- Pembeli harus membuktikan bahwa mereka memang sudah membayar PPN.
3. Beban Biaya Bertambah
Jika faktur tidak bisa dikreditkan, maka PPN yang seharusnya menjadi pajak masukan akan berubah menjadi biaya. Ini jelas merugikan pembeli, apalagi jika nilainya besar.
Contoh sederhana:
Transaksi Rp1 miliar → PPN Rp110 juta.
Jika tidak ada faktur pajak yang sah, pembeli kehilangan hak mengkreditkan Rp110 juta, dan angka itu berubah menjadi beban usaha.
4. Potensi Masalah Hubungan Bisnis
Tidak jarang, keterlambatan atau kelalaian penjual dalam menerbitkan faktur menyebabkan ketegangan dengan pembeli. Karena bagi pembeli, hak atas PPN Masukan bukan hanya soal administrasi, tapi juga soal arus kas perusahaan.
Risiko Jika Penjual Sudah Menerbitkan Faktur, Tapi Belum Melaporkannya
Kasus lain yang sering terjadi adalah: faktur sudah diterbitkan, tapi penjual belum melaporkannya dalam SPT Masa PPN.
Risikonya tetap sama:
- Pembeli tidak bisa mengkreditkan PPN Masukan. Sistem Coretax akan menolak pengkreditan karena data faktur belum ada di database DJP.
- SP2DK bisa diterbitkan. DJP bisa meminta klarifikasi dari pembeli karena mencoba mengkreditkan faktur yang belum sah.
- Kredit PPN baru bisa dilakukan setelah penjual melaporkan faktur tersebut. Artinya, pembeli bisa tertunda satu atau dua masa pajak, yang berdampak ke arus kas.
Contoh Kasus Nyata
Kasus 1: Faktur Tidak Diterbitkan
Perusahaan X membeli bahan baku dari Supplier Y sebesar Rp500 juta + PPN Rp55 juta.
Supplier Y lalai menerbitkan faktur.
Akibatnya, Perusahaan X tidak bisa mengkreditkan PPN Rp55 juta.
Uang itu akhirnya menjadi biaya, padahal mestinya bisa mengurangi PPN terutang.
Kasus 2: Faktur Diterbitkan Tapi Tidak Dilaporkan
Perusahaan A membeli jasa Rp200 juta + PPN Rp22 juta.
Faktur sudah diterima, tapi saat dilaporkan ke SPT PPN, sistem menolak karena penjual belum melaporkannya.
Akhirnya Perusahaan A harus menunda pengkreditan PPN Rp22 juta.
Bagaimana Solusi bagi Pembeli?
- Pastikan Kontrak Jual Beli Memuat Kewajiban Penjual
Dalam perjanjian kerja sama, cantumkan klausul bahwa penjual wajib menerbitkan faktur pajak tepat waktu. Jika tidak, ada konsekuensi yang jelas. - Cek e-Faktur Secara Berkala
Pembeli bisa mengecek status faktur melalui aplikasi e-Faktur atau meminta konfirmasi kepada penjual. - Bangun Komunikasi dengan Penjual
Jika faktur belum terbit atau belum dilaporkan, segera komunikasikan. Jangan menunggu sampai DJP mengirim SP2DK. - Catat dan Arsipkan Bukti Pembayaran PPN
Jika suatu saat diminta klarifikasi oleh DJP, Anda bisa menunjukkan bukti sudah membayar PPN ke penjual. - Gunakan Vendor yang Patuh Pajak
Pilih rekan bisnis yang terbukti tertib administrasi pajak. Ini bisa mengurangi risiko masalah di kemudian hari.
Peran Account Representative (AR)
Jika pembeli sudah dirugikan karena penjual lalai, jangan sungkan berkonsultasi dengan AR di KPP. AR bisa membantu memberikan arahan langkah apa yang sebaiknya dilakukan, apakah menunggu penjual melaporkan, atau ada opsi lain.
Penutup
Dalam transaksi PPN, kepatuhan penjual sangat berpengaruh pada hak pembeli. Jika penjual tidak menerbitkan faktur tepat waktu atau tidak melaporkannya dalam SPT PPN, pembeli bisa kehilangan hak mengkreditkan PPN Masukan. Akibatnya, kerugian finansial bisa cukup besar.
Solusinya sederhana: jaga komunikasi dengan penjual, pastikan klausul kontrak jelas, cek status faktur secara berkala, dan jangan ragu berkonsultasi dengan AR.
Ingat, faktur pajak adalah dokumen kunci. Tanpa faktur yang sah, PPN Masukan tidak bisa dikreditkan, dan Anda yang jadi korban. Jadi, pastikan setiap transaksi diiringi faktur pajak yang valid dan dilaporkan tepat waktu.