Pernahkah Anda menyewa ruko, gudang, apartemen, atau bahkan sebidang tanah untuk usaha? Kalau iya, perlu diingat bahwa setiap transaksi persewaan tanah dan/atau bangunan memiliki konsekuensi pajak, yaitu dikenakan PPh Final Pasal 4 ayat (2).
Ketentuan ini diatur dalam PP 34 Tahun 2017 yang berlaku sejak 2 Januari 2018, serta dijabarkan lebih teknis dalam aturan lama seperti KMK-120/KMK.03/2002 dan KEP-227/PJ./2002. Meski terdengar rumit, sebenarnya konsepnya cukup sederhana: setiap pemilik tanah/bangunan yang menyewakan, wajib membayar PPh Final sebesar 10% dari nilai bruto sewa.
Mari kita ulas lebih detail dengan bahasa yang mudah dipahami.
Dasar Hukum PPh Final Sewa Tanah dan Bangunan
- PP 34 Tahun 2017 → tentang PPh atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan.
- KMK-120/KMK.03/2002 → mengatur perubahan tata cara pembayaran.
- KEP-227/PJ./2002 → tentang tata cara pemotongan, pembayaran, dan pelaporan PPh.
📌 Intinya, aturan ini memastikan setiap penghasilan dari sewa tanah/bangunan masuk ke sistem pajak dan dikenakan tarif final.
Apa yang Menjadi Objek Pajak?
Semua penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan, baik sebagian maupun seluruhnya. Contohnya:
- Menyewakan rumah atau ruko.
- Menyewakan kamar di rumah atau paviliun.
- Menyewakan gudang, lapangan, atau kolam renang.
Selain itu, ada juga skema Bangun Guna Serah (Build Operate Transfer/BOT), di mana pemilik tanah memberikan hak kepada investor untuk mendirikan bangunan selama masa tertentu, lalu bangunan diserahkan kembali ke pemilik. Seluruh imbalan dari BOT ini juga termasuk objek pajak.
📌 Catatan penting: jasa penginapan seperti hotel, kos-kosan, atau asrama mahasiswa tidak masuk objek PPh Final ini. Itu dikenakan rezim pajak berbeda.
Tarif PPh Final Sewa Tanah/Bangunan
Tarifnya 10% dari jumlah bruto nilai persewaan.
Apa yang dimaksud dengan jumlah bruto?
- Semua nilai sewa yang dibayarkan penyewa, termasuk biaya tambahan seperti:
- Biaya perawatan
- Biaya keamanan
- Service charge (listrik, air, kebersihan, administrasi)
👉 Jadi, bukan hanya nilai sewa pokok, tapi juga biaya lain yang berkaitan langsung dengan pemakaian tanah/bangunan.
Contoh:
Jika Anda menyewa ruko Rp100 juta per tahun, dengan tambahan service charge Rp20 juta, maka dasar pengenaan pajak adalah Rp120 juta.
- PPh Final = 10% × Rp120 juta = Rp12 juta.
Siapa yang Memotong Pajak?
- Jika penyewa adalah badan pemerintah, badan usaha, BUT, penyelenggara kegiatan, atau badan lainnya yang ditunjuk DJP, maka penyewa wajib memotong PPh Final dari pembayaran sewa.
- Jika penyewa adalah orang pribadi biasa, maka pemilik tanah/bangunan harus menyetor sendiri PPh Final-nya.
📌 Deadline:
- Jika dipotong penyewa → setor paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
- Jika disetor sendiri → paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya.
- Pelaporan SPT Masa → paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
KAP & KJS yang digunakan:
- MAP: 411128
- KJS: 403
Contoh Kasus Praktis
1. Disewa Perusahaan
Pak Budi menyewakan rumahnya ke PT XYZ dengan harga Rp200 juta per tahun.
- PT XYZ sebagai penyewa memotong PPh Final 10% = Rp20 juta.
- PT XYZ menyetorkan ke kas negara, dan memberikan bukti potong ke Pak Budi.
👉 Pak Budi tinggal melaporkan penghasilan final di SPT Tahunan.
2. Disewa Individu
Pak Andi menyewakan gudang kepada Pak Joko (individu biasa) senilai Rp100 juta.
- Karena Pak Joko bukan pemotong pajak, maka Pak Andi harus setor sendiri Rp10 juta (10% dari Rp100 juta) ke bank melalui kode billing.
👉 Bukti setor disimpan dan dilaporkan dalam SPT Tahunan.
3. Persewaan dengan Service Charge
Ibu Sari menyewakan ruko Rp50 juta per tahun dengan tambahan service charge Rp10 juta.
- Dasar pengenaan = Rp60 juta.
- PPh Final = 10% × Rp60 juta = Rp6 juta.
Risiko Jika Tidak Membayar PPh Final
- Akta sewa atau kontrak bisa bermasalah jika tidak disertai bukti setor pajak.
- Sanksi administrasi berupa bunga/denda atas keterlambatan setor.
- Pemeriksaan pajak jika ditemukan penghasilan sewa tidak dilaporkan.
👉 Jadi, jangan anggap enteng. Meskipun “cuma” sewa, PPh Final tetap wajib dilunasi.
Manfaat Mematuhi Aturan Ini
- Kepastian hukum dalam kontrak sewa.
- Penghasilan sah dan bersih karena sudah final, tidak digabung lagi dengan penghasilan lain.
- Reputasi baik di mata fiskus, mengurangi risiko SP2DK atau pemeriksaan.
Kesimpulan
PPh Final atas sewa tanah dan/atau bangunan adalah kewajiban yang sering terlupakan, padahal aturannya jelas: 10% dari jumlah bruto sewa. Siapa yang memotong, siapa yang setor, dan kapan batas waktunya, semuanya sudah diatur detail.
Bagi pemilik tanah/bangunan, jangan sampai rugi karena lupa atau sengaja tidak membayar. Lebih baik tertib sejak awal agar usaha lancar dan tidak kena sanksi.
👉 Ingat, meski disebut final, bukan berarti bisa diabaikan. Justru karena final, pembayarannya sederhana dan memberikan kepastian hukum.