Bagi pelaku usaha maupun profesional, istilah PPh Pasal 23 tentu sering terdengar. Pajak ini berlaku ketika ada pembayaran penghasilan tertentu kepada wajib pajak dalam negeri, baik orang pribadi maupun badan. Bedanya dengan PPh Pasal 21 yang fokus ke karyawan, PPh Pasal 23 lebih menyoroti transaksi antar badan atau pemberi jasa.
Sayangnya, masih banyak wajib pajak yang bingung: berapa tarifnya, objek apa saja yang dikenai, dan bagaimana cara melaporkannya? Artikel ini akan membahas tarif PPh Pasal 23 dengan bahasa sederhana, agar lebih mudah dipahami.
Dasar Hukum
- UU No. 7 Tahun 1983 tentang PPh (sebagaimana diubah terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008).
- PMK 244/PMK.03/2008 → mengatur jenis jasa lain yang menjadi objek PPh 23.
- SE-35/PJ/2010 → memperjelas definisi jasa teknik, manajemen, dan konsultan.
Objek dan Tarif PPh Pasal 23
Berdasarkan file referensitarif pph pasal 23, berikut adalah ringkasan objek beserta tarif PPh Pasal 23:
1. Dividen
- Tarif: 15% dari jumlah bruto.
- Pengecualian: dividen kepada WP OP (karena kena PPh Final Pasal 4 ayat 2), dividen antar badan dalam negeri dengan syarat tertentu, SHU koperasi kepada anggota.
2. Bunga
- Tarif: 15% dari jumlah bruto.
- Pengecualian: bunga kepada bank, bunga deposito/tabungan/diskonto SBI (karena masuk PPh Final Pasal 4 ayat 2).
3. Royalti
- Tarif: 15% dari jumlah bruto.
- Contoh: pembayaran atas hak cipta, lisensi, atau hak penggunaan paten.
4. Hadiah dan Penghargaan
- Tarif: 15% dari jumlah bruto.
- Pengecualian: hadiah undian (PPh Final 4 ayat 2), hadiah yang diterima orang pribadi sehubungan dengan pekerjaan (kena PPh 21).
5. Sewa dan Penghasilan Lain Sehubungan dengan Penggunaan Harta
- Tarif: 2% dari jumlah bruto.
- Pengecualian: sewa tanah/bangunan (PPh Final Pasal 4 ayat 2), sewa guna usaha dengan hak opsi.
6. Jasa Teknik, Jasa Manajemen, Jasa Konsultan, dan Jasa Lainnya
- Tarif: 2% dari jumlah bruto.
- Termasuk jasa konsultan hukum, akuntansi, IT, dan lainnya yang tercantum dalam PMK 244/2008.
📌 Penting: Jika penerima penghasilan tidak memiliki NPWP, maka tarif pemotongan menjadi 100% lebih tinggi.
Mekanisme Pemotongan dan Pelaporan
- Pemotongan → dilakukan saat pembayaran atau saat terutang.
- Penyetoran → paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya menggunakan KAP 411124.
- Pelaporan → melalui SPT Masa PPh 23, paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
Contoh:
- PT A membayar jasa konsultan Rp100 juta ke PT B.
- PT A wajib memotong 2% × Rp100 juta = Rp2 juta.
- Disetor ke kas negara sebelum tanggal 10 bulan berikutnya dan dilaporkan di SPT Masa PPh 23.
Contoh Kasus Nyata
Kasus 1: Dividen
PT XYZ membagikan dividen Rp500 juta ke PT ABC (pemegang saham 30%). Karena kepemilikan saham ≥25% dan dividen berasal dari laba ditahan, maka dividen tersebut bukan objek PPh 23.
Kasus 2: Jasa Konsultan
PT Maju Jaya membayar Rp200 juta ke konsultan IT.
- PPh 23 dipotong = 2% × Rp200 juta = Rp4 juta.
- PT Maju Jaya setor Rp4 juta ke kas negara.
- PT Maju Jaya laporkan di SPT Masa PPh 23 bulan berikutnya.
Risiko Jika Tidak Memotong PPh 23
- Sanksi administrasi berupa bunga dan denda.
- Koreksi fiskus jika ditemukan saat pemeriksaan.
- Beban pajak lebih besar karena biaya yang tidak dipotong bisa dianggap tidak deductible.
Tips Praktis Mengelola PPh Pasal 23
- Pastikan lawan transaksi punya NPWP untuk menghindari tarif lebih tinggi.
- Selalu minta bukti potong PPh 23 dari pihak pemotong.
- Gunakan aplikasi e-Bupot Unifikasi untuk mempermudah pembuatan bukti potong dan pelaporan.
- Catat setiap transaksi jasa, sewa, atau dividen agar tidak ada yang terlewat.
Penutup
PPh Pasal 23 adalah pajak yang wajib diperhatikan oleh setiap pelaku usaha di Indonesia. Dengan tarif 15% untuk dividen, bunga, royalti, hadiah, dan 2% untuk sewa serta jasa, pemotongan ini bisa terasa kecil per transaksi, tapi jika diabaikan bisa menimbulkan risiko besar di kemudian hari.
Kuncinya adalah: pahami objeknya, terapkan tarif dengan benar, dan jangan lupa setor serta lapor tepat waktu. Dengan begitu, bisnis tetap lancar, pajak aman, dan terhindar dari masalah hukum.