Jumat, Oktober 17, 2025
25.3 C
Indonesia

Saat Terutang PPh Pasal 23: Panduan Lengkap Berdasarkan PP 94 Tahun 2010

Bayangkan Anda adalah seorang pengusaha yang baru saja membayar jasa konsultan untuk laporan keuangan perusahaan. Di akhir transaksi, konsultan mengirimkan tagihan dan berkata:

“Jangan lupa ya Pak, PPh 23-nya dipotong.”

Mungkin Anda langsung berpikir, “Memotongnya kapan ya? Saat saya bayar jasanya, atau saat saya menerima faktur?”

Inilah yang sering membingungkan banyak wajib pajak. Untuk menjawabnya, kita perlu merujuk ke Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010, khususnya Pasal 15, yang secara tegas mengatur saat terutang Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23.

Apa Itu PPh Pasal 23?

Sebelum masuk ke inti, mari segarkan ingatan kita.

PPh Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT) dari modal, jasa, atau hadiah/penghargaan.

Contoh transaksi yang dikenai PPh 23 antara lain:

  • Dividen.
  • Bunga.
  • Royalti.
  • Hadiah/penghargaan.
  • Imbalan jasa tertentu (misalnya jasa teknik, manajemen, konsultan).

Pemotong pajak biasanya adalah pihak pemberi penghasilan (misalnya perusahaan yang membayar jasa).

Dasar Hukum: PP 94 Tahun 2010

PP Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan memberikan dasar aturan pelaksanaan dari UU PPh.

Khusus mengenai saat terutang PPh Pasal 23, hal ini diatur dalam Pasal 15 PP 94/2010.

Kapan Saat Terutang PPh Pasal 23?

Menurut Pasal 15 PP No. 94 Tahun 2010, saat terutangnya PPh Pasal 23 adalah pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan, mana yang lebih dahulu terjadi.

Dengan kata lain, ada dua momen penting:

  1. Saat dilakukan pembayaran (misalnya saat transfer ke penerima jasa).
  2. Saat terutang penghasilan (misalnya saat jasa selesai diberikan atau ketika faktur/nota sudah diterbitkan, walaupun belum dibayar).

Yang dipakai adalah mana yang lebih dahulu dari keduanya.

Ilustrasi Kasus Sederhana

Kasus 1: Dibayar Lebih Dulu

  • PT ABC menggunakan jasa konsultan pada 10 Mei 2025.
  • Pembayaran dilakukan tanggal 20 Mei 2025.

➡ Saat terutang PPh 23 = Mei 2025 (karena pembayaran lebih dulu).

Kasus 2: Jasa Selesai Dulu, Dibayar Belakangan

  • PT XYZ menerima jasa teknis pada 15 Juli 2025.
  • Pembayaran baru dilakukan pada 5 Agustus 2025.

➡ Saat terutang PPh 23 = Juli 2025 (karena penghasilan sudah terutang sebelum pembayaran).

Kasus 3: Faktur Diterbitkan, Pembayaran Belum Dilakukan

  • Jasa selesai 25 September 2025, faktur diterbitkan di tanggal yang sama.
  • Pembayaran dilakukan 10 Oktober 2025.

➡ Saat terutang PPh 23 = September 2025 (karena penghasilan terutang di bulan tersebut, meskipun uang belum dibayar).

Kenapa Hal Ini Penting?

Memahami saat terutang PPh 23 itu sangat penting karena:

  1. Menentukan periode pemotongan → pajak harus dipotong di bulan saat terutang, bukan menunggu dibayar.
  2. Menghindari sanksi → jika salah waktu potong atau telat setor, ada denda administrasi dan bunga.
  3. Kepatuhan administrasi → memastikan laporan SPT Masa PPh 23 sesuai periode yang benar.

Tips Agar Tidak Salah Memotong PPh 23

  • Selalu cek tanggal faktur, BAST (Berita Acara Serah Terima), atau kontrak jasa.
  • Gunakan prinsip “mana yang lebih dulu”: pembayaran vs penghasilan terutang.
  • Catat transaksi secara detail agar tidak keliru menentukan bulan pajak.
  • Jika ragu, konsultasikan dengan konsultan pajak atau cek ulang ke KPP terdekat.

Kesimpulan

Menurut Pasal 15 PP No. 94 Tahun 2010, saat terutang PPh Pasal 23 terjadi pada akhir bulan pembayaran atau akhir bulan penghasilan terutang, mana yang lebih dahulu.

Aturan ini menegaskan bahwa pemotongan PPh 23 tidak selalu menunggu pembayaran, tetapi bisa lebih awal jika penghasilan sudah terutang.

Dengan memahami aturan ini, Anda bisa menghindari salah lapor, keterlambatan setor, dan sanksi perpajakan.

Hot this week

Pasal 3 PP 49 Tahun 2022: Barang & Jasa yang Dibebaskan dari PPN, Apa Saja?

Banyak orang sering mengira bahwa semua barang dan jasa...

Sumbangan & Biaya Pembangunan Infrastruktur: Beban Pajak Lebih Ringan, Bisnis Jadi Lebih Bermakna

Bayangkan sebuah perusahaan besar di kota Anda. Setiap tahun,...

Restitusi Cepat, Risiko Juga Melekat! Mengupas Untung-Rugi Pengembalian Pendahuluan Pajak

Bagi banyak wajib pajak, terutama pengusaha besar maupun eksportir,...

Langkah Praktis: Mengajukan Permohonan KSWP Lewat Coretax

Suatu siang, Budi hendak mengurus izin usaha barunya. Semua...

Tarik Napas Lega: Begini Cara KSWP Membuka Gerbang Izin Usaha Anda

Awal Kisah: Ketika Perizinan Tersendat Karena Pajak Suatu pagi, Rina,...

Topics

Pasal 3 PP 49 Tahun 2022: Barang & Jasa yang Dibebaskan dari PPN, Apa Saja?

Banyak orang sering mengira bahwa semua barang dan jasa...

Restitusi Cepat, Risiko Juga Melekat! Mengupas Untung-Rugi Pengembalian Pendahuluan Pajak

Bagi banyak wajib pajak, terutama pengusaha besar maupun eksportir,...

Langkah Praktis: Mengajukan Permohonan KSWP Lewat Coretax

Suatu siang, Budi hendak mengurus izin usaha barunya. Semua...

Tarik Napas Lega: Begini Cara KSWP Membuka Gerbang Izin Usaha Anda

Awal Kisah: Ketika Perizinan Tersendat Karena Pajak Suatu pagi, Rina,...

Penilaian untuk Tujuan Perpajakan: Panduan Lengkap, Dasar Hukum, dan Penerapan di 2025

Bayangkan Anda seorang pengusaha yang baru saja membeli gedung...

Sertifikat Badan Usaha (SBU): Syarat, Cara Membuat, dan Dasar Hukum PP 5 Tahun 2021

Pendahuluan Bagi Anda yang bergerak di bidang konstruksi, istilah Sertifikat...

NJOP dan NJOPTKP: Panduan Lengkap, Dasar Hukum, dan Contoh Hitung PBB 2025

Bayangkan Anda baru saja membeli rumah impian. Setelah mengurus...
spot_img

Related Articles

Popular Categories

spot_imgspot_img