Ketika kita mendengar “Pajak Bumi dan Bangunan” (PBB), seringkali muncul kata-kata seperti NJOP, NJOPTKP, dan NJKP. Meskipun istilah-istilah itu umum dibicarakan oleh orang-orang yang berkecimpung di urusan properti atau pajak daerah, tapi bagi banyak orang awam istilahnya masih terasa rumit.
Dalam artikel ini, kita akan membahas secara mendalam NJOPTKP — apa itu, bagaimana cara kerjanya dalam perhitungan PBB, dasar hukumnya, serta contoh praktis agar Anda paham betul kapan dan bagaimana NJOPTKP diterapkan.
Apa itu NJOPTKP?
NJOPTKP (Nilai Jual Objek Tidak Kena Pajak) adalah nilai objek pajak (tanah dan/atau bangunan) yang dikecualikan dari objek pengenaan PBB. Artinya, bagian dari nilai properti tersebut tidak dikenakan pajak.
Dengan kata lain:
Dari seluruh nilai jual objek pajak (NJOP), sebagian nilai (hingga batas NJOPTKP) akan tidak dihitung sebagai dasar pajak. Barulah sisanya yang melebihi NJOPTKP menjadi dasar kena pajak (disingkat NJKP) yang nantinya akan digunakan untuk menghitung PBB terutang.
Karakteristik penting NJOPTKP
- Hanya satu objek: Jika seseorang memiliki beberapa objek properti, pengurangan NJOPTKP hanya dapat digunakan pada satu objek (biasanya objek dengan nilai terbesar).
- Satu kali per tahun: Pengurangan hanya berlaku sekali dalam satu tahun pajak.
- Ditentukan berdasarkan daerah: Besaran NJOPTKP berbeda-beda di tiap kabupaten/kota, karena menyesuaikan kondisi ekonomi lokal. Tapi tetap harus memenuhi batas minimum yang ditetapkan secara nasional.
Hubungan NJOP, NJOPTKP, dan NJKP
Agar jelas, mari kita lihat hubungan antara tiga istilah utama:
- NJOP (Nilai Jual Objek Pajak)
NJOP adalah estimasi rata-rata harga pasar properti (tanah + bangunan) berdasarkan transaksi yang wajar, perbandingan objek sejenis, atau metode lainnya. - NJOPTKP
Nilai dari objek properti yang dibebaskan dari pengenaan pajak. - NJKP (Nilai Jual Kena Pajak)
Rumus sederhananya: NJKP = NJOP – NJOPTKP Nilai inilah yang menjadi dasar pengenaan PBB (selanjutnya dikalikan tarif PBB).
Jadi urutannya kira-kira:
Objek properti → nilai pasar → NJOP → kurangi NJOPTKP → jadi NJKP → kalikan tarif PBB → akan muncul PBB terutang.
Dasar Hukum dan Regulasi
Agar penerapan NJOPTKP sah dan konsisten, ada landasan hukum yang mengaturnya. Beberapa regulasi kunci:
- UU Pajak Bumi dan Bangunan / UU PDRD
- UU No. 12 Tahun 1985 tentang PBB (digantikan/amandemen kemudian) mencantumkan prinsip dasar objek dan subjek PBB.
- UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) mempertegas kewenangan daerah dalam PBB dan aturan pelaksananya.
- Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 23/PMK.03/2014
Inilah peraturan yang secara spesifik menetapkan batas NJOPTKP dan mengatur mekanisme pengurangan NJOPTKP sebagai dasar penghitungan PBB.- Pasal 1 ayat (3) menyebut bahwa NJOPTKP ditetapkan sebesar Rp 12.000.000 dalam PMK tersebut untuk PBB (di luar PBB-P2 daerah).
- Meski begitu, untuk PBB yang dikelola daerah (PBB-P2), daerah tetap mengacu ketentuan minimum sebagai dasar UU PDRD, yaitu Rp 10.000.000 sebagai batas bawah NJOPTKP minimal.
- Peraturan Menteri Keuangan lainnya / Peraturan Daerah (Perda / Pergub / Keputusan Kepala Kantor Pajak Daerah)
Untuk menentukan NJOPTKP di tiap kabupaten/kota, pejabat daerah atau kantor wilayah DJP menetapkan batasnya berdasarkan kondisi lokal, dengan tetap memperhatikan batas minimum nasional.
Batas Nilai NJOPTKP Menurut PMK 23/2014
Beberapa poin penting seputar besaran NJOPTKP:
- Dalam PMK No. 23/2014, batas NJOPTKP ditetapkan Rp 12.000.000 untuk objek yang dikenai PBB pusat (PBB yang dikelola pemerintah pusat atau semacam objek khusus).
- Namun untuk PBB-P2 (daerah), ketentuan dasar tetap merujuk UU PDRD, yakni batas minimum Rp 10.000.000 sebagai nilai NJOPTKP minimal bagi wajib pajak daerah.
- Daerah dapat meningkatkan batas NJOPTKP mereka secara lokal, asalkan tetap tidak di bawah batas minimum nasional.
Dengan demikian, jika di daerah Anda batas NJOPTKP lokal lebih besar dari Rp 10 juta, maka yang berlaku adalah batas lokal tersebut (selama tidak menyalahi peraturan pusat).
Contoh Perhitungan NJOPTKP & PBB
Untuk membuat konsepnya makin nyata, mari kita gunakan contoh sederhana:
Contoh kasus:
Budi memiliki sebidang tanah + bangunan di kota X.
Luas tanah: 300 m²
NJOP tanah per m²: Rp 2.500.000
Luas bangunan: 150 m²
NJOP bangunan per m²: Rp 4.000.000
Batas NJOPTKP daerah setempat: Rp 10.000.000
Tarif PBB di kota X: 0,3 % (0,003)
Langkah perhitungannya:
- Hitung NJOP tanah = 300 m² × Rp 2.500.000 = Rp 750.000.000
- Hitung NJOP bangunan = 150 m² × Rp 4.000.000 = Rp 600.000.000
- Total NJOP = 750.000.000 + 600.000.000 = Rp 1.350.000.000
- Kurangi NJOPTKP = 1.350.000.000 – 10.000.000 = Rp 1.340.000.000
- NJKP = Rp 1.340.000.000
- Hitung PBB terutang = NJKP × tarif 0,3% = 1.340.000.000 × 0,003 = Rp 4.020.000
Jadi, Budi harus membayar Rp 4.020.000 sebagai PBB untuk objek tersebut.
Dampak & Manfaat NJOPTKP
Mengapa NJOPTKP penting? Berikut beberapa manfaatnya:
- Keadilan sosial
Dengan memberikan batas “bebas pajak” untuk sebagian kecil nilai properti, wajib pajak berpenghasilan rendah/menengah tidak terbebani pajak terlalu tinggi. - Pengaturan beban pajak
Objek properti dengan nilai kecil tidak langsung terkena pajak penuh. Pajak hanya dikenakan pada nilai yang melebihi batas toleransi. - Fleksibilitas daerah
Daerah dapat menyesuaikan batas NJOPTKP sesuai kondisi wilayahnya, selama tidak di bawah batas minimum yang ditetapkan pusat. - Transparansi dan kepastian hukum
Dengan ada aturan jelas (PMK, UU), masyarakat tahu kapan dan seberapa besar pengurangan yang berlaku.
Catatan Penting & Tantangan
- Perbedaan antar daerah
Karena NJOPTKP bisa berbeda antar kabupaten/kota, wajib pajak harus mengecek ketetapan lokal agar tidak salah hitung. - Satu objek saja
Jika Anda punya beberapa properti, hanya satu objek (biasanya yang terbesar) yang berhak mendapatkan pengurangan NJOPTKP. - Revisi berkala
Pemerintah/kementerian dan daerah dapat melakukan peninjauan batas NJOPTKP secara berkala sesuai inflasi dan kondisi pasar properti.
Kesimpulan
- NJOPTKP adalah batas nilai properti yang tidak dikenakan pajak dalam perhitungan PBB.
- Ia berfungsi sebagai pengurang dari NJOP untuk mendapatkan dasar kena pajak (NJKP).
- Besaran dan penerapannya diatur melalui UU PBB / UU PDRD dan diperjelas melalui PMK No. 23/2014 serta peraturan daerah.
- Dengan memahami NJOPTKP, Anda bisa menghitung PBB dengan lebih adil dan tepat, serta tahu hak Anda sebagai wajib pajak.