Bagi banyak orang, membeli rumah, tanah, atau ruko adalah momen penting dalam hidup. Tapi di balik transaksi properti, ada dua jenis pajak yang sering membingungkan masyarakat: BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) dan PPh (Pajak Penghasilan) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
Keduanya sama-sama muncul dalam transaksi jual beli tanah atau bangunan, tapi jangan keliru: subjek, tarif, dasar hukum, dan kewajibannya berbeda. Artikel ini akan membedah perbedaan BPHTB dan PPh tanah/bangunan dengan bahasa sederhana, supaya Anda tidak lagi bingung saat berhadapan dengan notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Apa Itu PPh Pengalihan Tanah/Bangunan?
PPh pengalihan tanah/bangunan adalah pajak yang dibebankan kepada pihak penjual (orang pribadi atau badan) saat melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
Dasar hukum:
- PP 34 Tahun 2016 tentang PPh atas pengalihan hak atas tanah/bangunan.
- PMK-261/PMK.03/2016 tentang tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan.
👉 Sederhananya, PPh ini adalah “pajak jual” yang harus dibayar penjual sebelum akta jual beli bisa ditandatangani oleh PPAT.
Tarif PPh Pengalihan
- Umum: 2,5% dari nilai bruto pengalihan.
- Khusus rumah sederhana atau rusun sederhana oleh developer: 1%.
Apa Itu BPHTB?
BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) adalah pajak yang dibebankan kepada pihak pembeli atau penerima hak atas tanah/bangunan.
Dasar hukum:
- UU No. 20 Tahun 2000 tentang BPHTB (perubahan dari UU No. 21 Tahun 1997).
- Kewenangan pemungutan diserahkan ke pemerintah daerah (Pemda).
👉 Jadi, BPHTB adalah “pajak beli” yang harus dibayar pembeli saat mendaftarkan balik nama di kantor pertanahan (BPN/ATR).
Tarif BPHTB
- 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP), dikurangi dengan NPOPTKP (nilai tidak kena pajak) yang besarannya berbeda tiap daerah.
Perbedaan Utama BPHTB vs PPh Tanah/Bangunan
Aspek | PPh Pengalihan Tanah/Bangunan | BPHTB |
---|---|---|
Dasar hukum | PP 34/2016, PMK-261/2016 | UU 20/2000 |
Pihak yang bayar | Penjual | Pembeli |
Objek pajak | Penghasilan penjual dari pengalihan hak | Perolehan hak atas tanah/bangunan oleh pembeli |
Tarif | 2,5% (umum), 1% (rumah sederhana) | 5% × (NPOP – NPOPTKP) |
Kapan bayar | Sebelum akta jual beli ditandatangani PPAT | Saat balik nama di BPN |
Kode billing | KAP 411128, KJS 320 | Diatur Pemda masing-masing |
Kategori Pajak | Pemerintah pusat (DJP) | Pemerintah daerah |
Contoh Kasus Praktis
Kasus 1: Jual Beli Rumah Rp1 Miliar
- Penjual: Pak Budi.
- Pembeli: Ibu Sari.
- NPOPTKP di daerah: Rp300 juta.
Perhitungan PPh Penjual
- Tarif 2,5% × Rp1.000.000.000 = Rp25 juta.
👉 Pak Budi harus bayar sebelum akta jual beli ditandatangani.
Perhitungan BPHTB Pembeli
- NPOP = Rp1.000.000.000 – Rp300.000.000 = Rp700.000.000.
- BPHTB = 5% × Rp700.000.000 = Rp35 juta.
👉 Ibu Sari harus bayar saat balik nama sertifikat.
Kasus 2: Penjualan Rumah Sederhana Rp200 Juta oleh Developer
- Tarif PPh khusus: 1%.
- PPh = 1% × Rp200.000.000 = Rp2 juta.
BPHTB (jika NPOPTKP = Rp300 juta) → NPOP – NPOPTKP = Rp0 → tidak kena BPHTB.
👉 Di sini terlihat bahwa ada insentif pajak bagi rumah sederhana agar lebih terjangkau.
Hubungan BPHTB dan PPh dalam Transaksi
Dalam satu transaksi properti, dua pajak muncul bersamaan:
- Penjual bayar PPh.
- Pembeli bayar BPHTB.
Notaris/PPAT tidak bisa melanjutkan akta jual beli jika bukti pembayaran PPh dan BPHTB belum dilampirkan. Artinya, dua pajak ini adalah syarat mutlak agar transaksi properti sah secara hukum.
Risiko Jika Tidak Dibayar
- Akta jual beli batal → PPAT tidak berani menandatangani.
- Sertifikat tidak bisa balik nama → BPN menolak jika BPHTB belum lunas.
- Sanksi administrasi berupa denda, bunga, atau bahkan pemeriksaan pajak.
Kenapa Ada Dua Pajak?
Pertanyaan yang sering muncul: kenapa harus ada dua pajak sekaligus?
Jawabannya sederhana:
- PPh pengalihan → untuk pemerintah pusat, karena dianggap penghasilan bagi penjual.
- BPHTB → untuk pemerintah daerah, karena dianggap perolehan hak baru bagi pembeli.
Dengan kata lain, dua-duanya sah karena subjek pajaknya berbeda.
Tips Agar Transaksi Lancar
- Siapkan dana pajak sejak awal → jangan hanya hitung harga rumah, tapi juga PPh dan BPHTB.
- Konsultasi ke PPAT → agar perhitungan pajak lebih akurat.
- Periksa NPOPTKP daerah → bisa berbeda antar kabupaten/kota.
- Gunakan kalkulator pajak online untuk simulasi awal sebelum transaksi.
Kesimpulan
Perbedaan mendasar antara PPh pengalihan hak tanah/bangunan dan BPHTB terletak pada siapa yang bayar dan siapa penerima manfaat pajak.
- PPh dibayar oleh penjual, tarif 2,5% (umum) atau 1% (rumah sederhana), masuk ke kas negara.
- BPHTB dibayar oleh pembeli, tarif 5% setelah dikurangi NPOPTKP, masuk ke kas daerah.
👉 Jadi, kalau Anda bertransaksi jual beli properti, jangan kaget kalau ada dua pajak sekaligus. Siapkan anggaran pajak di luar harga transaksi agar tidak menghambat proses di notaris dan BPN.