Jumat, Oktober 3, 2025
28.1 C
Indonesia

Pembukuan vs Norma: Mana yang Lebih Tepat untuk Menghitung Penghasilan Neto?

Bagi wajib pajak orang pribadi maupun badan, penghasilan neto adalah angka penting yang menjadi dasar pengenaan pajak. Namun, cara menghitungnya bisa berbeda, tergantung metode yang digunakan: apakah dengan pembukuan atau dengan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN).

Banyak pelaku usaha, terutama UMKM, bingung menentukan pilihan. “Apakah saya cukup menggunakan NPPN? Atau harus menyelenggarakan pembukuan penuh?” Nah, artikel ini akan membahas perbedaan mendasar antara kedua metode, kelebihan, kekurangan, serta siapa yang cocok menggunakan masing-masing.

Dasar Hukum

  1. Pembukuan → diatur dalam Pasal 28 UU KUP dan Pasal 6 UU PPh.
  2. NPPN → diatur dalam Pasal 14 UU PPh dan PER-17/PJ/2015.

Dengan dasar ini, keduanya sah secara hukum. Tinggal bagaimana wajib pajak memilih metode sesuai kondisi usaha.

1. Penghitungan Penghasilan Neto dengan Pembukuan

Apa itu Pembukuan?

Pembukuan adalah pencatatan yang teratur mengenai aset, kewajiban, modal, penghasilan, biaya, serta transaksi usaha. Hasil akhirnya berupa laporan laba rugi dan neraca.

Bagaimana Cara Menghitung?

  • Penghasilan Neto = Penghasilan Bruto – Biaya Usaha (deductible expense).
  • Semua biaya yang berhubungan dengan usaha boleh jadi pengurang, sesuai Pasal 6 UU PPh.
  • Biaya yang tidak boleh dikurangkan (non deductible) sesuai Pasal 9 UU PPh harus dikeluarkan dari laporan fiskal.

Kelebihan Pembukuan

  • Menggambarkan kondisi usaha yang sebenarnya.
  • Lebih fleksibel karena biaya riil tercatat.
  • Wajib untuk WP dengan omzet > Rp4,8 miliar.
  • Dapat digunakan untuk keperluan bisnis seperti pinjaman bank atau investor.

Kekurangan Pembukuan

  • Membutuhkan sistem akuntansi yang rapi.
  • Lebih kompleks dan butuh SDM yang menguasai akuntansi.
  • Risiko sanksi jika pembukuan dianggap tidak wajar.

2. Penghitungan Penghasilan Neto dengan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN)

Apa itu NPPN?

NPPN adalah metode sederhana untuk menghitung penghasilan neto dengan persentase norma tertentu yang ditetapkan DJP, dikalikan dengan omzet (peredaran bruto).

Bagaimana Cara Menghitung?

  • Penghasilan Neto = Peredaran Bruto × Persentase Norma.
  • Persentase norma berbeda tergantung jenis usaha dan wilayah.
  • Tidak perlu laporan laba rugi lengkap, cukup catat omzet.

Syarat Penggunaan NPPN

  • Hanya untuk wajib pajak orang pribadi dengan omzet < Rp4,8 miliar.
  • Harus memberitahukan penggunaan NPPN ke KPP dalam 3 bulan pertama tahun pajak.
  • Jika tidak memberitahukan → dianggap wajib pembukuan.

Kelebihan NPPN

  • Sangat sederhana, cocok untuk UMKM dan profesi bebas.
  • Tidak perlu repot pembukuan lengkap.
  • Menghemat waktu dan biaya administrasi.

Kekurangan NPPN

  • Tidak mencerminkan kondisi usaha sebenarnya.
  • Jika margin usaha kecil, bisa terasa “berat” karena norma bisa lebih tinggi dari keuntungan riil.
  • Tidak bisa dipakai untuk omzet > Rp4,8 miliar.

3. Perbandingan Pembukuan vs NPPN

AspekPembukuanNPPN
SubjekOrang pribadi & badan usahaHanya orang pribadi
Batasan omzetWajib > Rp4,8 miliar< Rp4,8 miliar
Metode hitungBruto – biaya nyataBruto × persentase norma
KompleksitasTinggi (butuh akuntansi)Rendah (cukup catat omzet)
Kesesuaian usahaLebih akurat, fleksibelSederhana, tapi kaku
Risiko pajakRisiko koreksi jika pembukuan tidak wajarRisiko lebih bayar pajak jika margin kecil

4. Contoh Perhitungan

Contoh A: Pak Budi (Konsultan di Jakarta, omzet Rp1 miliar)

  • Norma untuk konsultan di Jakarta: 50%.
  • Penghasilan Neto = Rp1 miliar × 50% = Rp500 juta.

Contoh B: Bu Sari (Toko kelontong, omzet Rp1 miliar)

  • Biaya nyata (sewa, gaji, listrik, dll.) = Rp800 juta.
  • Penghasilan Neto (pembukuan) = Rp1 miliar – Rp800 juta = Rp200 juta.

👉 Dari contoh ini, terlihat bahwa bagi Bu Sari lebih menguntungkan pembukuan karena margin usahanya kecil. Sedangkan Pak Budi lebih praktis pakai NPPN.

Kesimpulan

Baik pembukuan maupun NPPN memiliki fungsi yang sama: menghitung penghasilan neto sebagai dasar pengenaan PPh. Bedanya, pembukuan mencatat biaya nyata, sedangkan NPPN hanya pakai persentase.

  • Gunakan pembukuan jika omzet sudah besar, biaya nyata tinggi, atau ingin laporan keuangan akurat.
  • Gunakan NPPN jika masih UMKM dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar dan butuh cara sederhana.

Ingat, memilih metode yang tepat bisa membuat usaha lebih efisien sekaligus patuh pajak.

Hot this week

PPh Pasal 25 atas Orang Pribadi Pengusaha Tertentu: Wajib Tahu, Jangan Sampai Salah Hitung!

Menjadi seorang pengusaha memang penuh tantangan. Selain harus memikirkan...

Pajak atas Warisan: Apakah Harta Warisan Kena Pajak? Ini Penjelasan Lengkapnya

Pendahuluan Banyak orang masih bingung dengan satu pertanyaan sederhana tapi...

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2): Panduan Lengkap untuk Wajib Pajak

Kalau Anda memiliki rumah, tanah kosong, atau ruko di...

Mengapa Coretax Menggunakan Format XML?

Sistem perpajakan baru yang dinamakan Coretax mengubah cara kita...

Jangan Asal Trading! Ini Cara Hitung PPh Pasal 22 atas Penjualan Aset Kripto

Beberapa tahun terakhir, dunia investasi di Indonesia semakin ramai...

Topics

PPh Pasal 25 atas Orang Pribadi Pengusaha Tertentu: Wajib Tahu, Jangan Sampai Salah Hitung!

Menjadi seorang pengusaha memang penuh tantangan. Selain harus memikirkan...

Pajak atas Warisan: Apakah Harta Warisan Kena Pajak? Ini Penjelasan Lengkapnya

Pendahuluan Banyak orang masih bingung dengan satu pertanyaan sederhana tapi...

Mengapa Coretax Menggunakan Format XML?

Sistem perpajakan baru yang dinamakan Coretax mengubah cara kita...

Jangan Asal Trading! Ini Cara Hitung PPh Pasal 22 atas Penjualan Aset Kripto

Beberapa tahun terakhir, dunia investasi di Indonesia semakin ramai...

Pajak Daerah: Pengertian, Jenis, dan Contoh Lengkap

Kalau kita berbicara soal pajak, biasanya orang langsung teringat...
spot_img

Related Articles

Popular Categories

spot_imgspot_img