Jumat, Oktober 3, 2025
30 C
Indonesia

Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN): Cara Praktis Menghitung Pajak Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Tidak semua wajib pajak orang pribadi diwajibkan melakukan pembukuan yang rumit. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan kemudahan berupa Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN).

NPPN adalah metode sederhana untuk menghitung penghasilan neto berdasarkan persentase tertentu dari peredaran bruto. Dengan kata lain, wajib pajak tidak perlu menyusun laporan laba rugi detail, cukup mengalikan omzet dengan persentase norma sesuai jenis usaha dan wilayah.

Fasilitas ini sangat membantu UMKM atau profesi bebas yang peredaran brutonya masih terbatas. Mari kita bahas lebih detail agar semakin jelas.

Dasar Hukum

Pengaturan mengenai NPPN tertuang dalam:

  • Pasal 14 UU No. 36 Tahun 2008 (UU PPh) → memberi hak bagi WP OP dengan omzet tertentu untuk menggunakan norma.
  • PER-17/PJ/2015 → mengatur detail norma penghitungan penghasilan neto, termasuk daftar persentase per jenis usaha dan wilayah.
  • PER-4/PJ/2009 → tentang kewajiban pencatatan bagi WP OP.

Artinya, aturan NPPN sudah jelas secara hukum dan bisa digunakan oleh wajib pajak yang memenuhi syarat.

Siapa yang Bisa Menggunakan NPPN?

Tidak semua wajib pajak bisa menggunakan fasilitas ini. Berdasarkan aturannorma penghitungan penghasilan …:

  1. Subjek:
    • Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
  2. Batasan omzet:
    • Peredaran bruto < Rp4,8 miliar per tahun.
  3. Syarat administratif:
    • Harus memberitahukan ke DJP dalam 3 bulan pertama tahun pajak.
    • Jika tidak memberitahukan → dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan.

👉 Jadi, kalau seorang dokter praktik dengan omzet Rp2 miliar setahun, ia boleh menggunakan NPPN. Tapi jika omzetnya sudah Rp5 miliar, wajib menggunakan pembukuan.

Bagaimana Cara Menghitung dengan NPPN?

Rumusnya cukup simpel:

Penghasilan Neto = Peredaran Bruto × Persentase Norma

Persentase norma ditetapkan berdasarkan jenis usaha dan wilayah (ibukota provinsi tertentu, ibukota provinsi lainnya, atau daerah lain).

Contoh Perhitungan

Seorang konsultan di Jakarta memiliki omzet Rp1.000.000.000 setahun.

  • Norma untuk jasa konsultan di Jakarta misalnya 50%.
  • Penghasilan neto = Rp1.000.000.000 × 50% = Rp500.000.000.
  • Setelah itu, dikurangi PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) → barulah dihitung PPh dengan tarif Pasal 17.

Kewajiban Pencatatan

Walaupun tidak wajib membuat pembukuan, WP OP pengguna NPPN tetap wajib melakukan pencatatan omzet dan biaya sesuai aturan KUP. Jadi, tidak bisa asal-asalan. Catatan ini akan jadi dasar jika suatu saat diperiksa DJP.

Jika Tidak Melapor atau Tidak Membuat Pencatatan

  • Jika tidak memberitahukan penggunaan NPPN → dianggap menggunakan pembukuan.
  • Jika tidak membuat pencatatan atau tidak bersedia memperlihatkan bukti → DJP berhak menghitung penghasilan neto dengan NPPN versi fiskus.
  • Konsekuensinya, bisa dikenai sanksi sesuai UU KUP.

NPPN untuk Lebih dari Satu Jenis Usaha

Bagaimana kalau seorang wajib pajak punya lebih dari satu jenis usaha, misalnya restoran dan jasa konsultan?

  • Maka, masing-masing usaha dihitung dengan persentase norma sesuai jenis dan wilayah.
  • Hasilnya dijumlahkan sebagai penghasilan neto.

Keunggulan Menggunakan NPPN

  1. Lebih simpel → tidak perlu pembukuan detail.
  2. Cocok untuk UMKM dan profesi bebas → misalnya dokter, notaris, konsultan, pedagang kecil.
  3. Waktu lebih efisien → fokus ke bisnis, tidak pusing urusan akuntansi.
  4. Legal → diatur jelas dalam UU PPh dan PER-17/PJ/2015.

Kekurangan NPPN

  1. Tidak mencerminkan kondisi usaha sebenarnya → misalnya jika margin usaha sebenarnya kecil, tapi norma menetapkan persentase besar.
  2. Tidak fleksibel → norma berlaku umum, tanpa melihat karakteristik usaha tiap orang.
  3. Tidak bisa digunakan untuk omzet di atas Rp4,8 miliar.

Kesimpulan

Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) adalah solusi praktis dari DJP bagi wajib pajak orang pribadi dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar per tahun. Aturannya jelas di Pasal 14 UU PPh dan PER-17/PJ/2015.

Dengan NPPN, penghasilan neto dihitung dengan mengalikan omzet dengan persentase tertentu sesuai jenis usaha dan wilayah. Walaupun lebih simpel, wajib pajak tetap harus mencatat transaksi dengan baik agar aman dari risiko pemeriksaan pajak.

Bagi UMKM dan profesi bebas, fasilitas ini adalah jalan tengah yang membuat kewajiban pajak lebih mudah, cepat, dan tetap patuh aturan.

Hot this week

Perbedaan BPHTB dan PPh Pengalihan Tanah/Bangunan: Jangan Salah Kaprah!

Bagi banyak orang, membeli rumah, tanah, atau ruko adalah...

PPh Pasal 25 atas Orang Pribadi Pengusaha Tertentu: Wajib Tahu, Jangan Sampai Salah Hitung!

Menjadi seorang pengusaha memang penuh tantangan. Selain harus memikirkan...

Pajak atas Warisan: Apakah Harta Warisan Kena Pajak? Ini Penjelasan Lengkapnya

Pendahuluan Banyak orang masih bingung dengan satu pertanyaan sederhana tapi...

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2): Panduan Lengkap untuk Wajib Pajak

Kalau Anda memiliki rumah, tanah kosong, atau ruko di...

Mengapa Coretax Menggunakan Format XML?

Sistem perpajakan baru yang dinamakan Coretax mengubah cara kita...

Topics

Perbedaan BPHTB dan PPh Pengalihan Tanah/Bangunan: Jangan Salah Kaprah!

Bagi banyak orang, membeli rumah, tanah, atau ruko adalah...

PPh Pasal 25 atas Orang Pribadi Pengusaha Tertentu: Wajib Tahu, Jangan Sampai Salah Hitung!

Menjadi seorang pengusaha memang penuh tantangan. Selain harus memikirkan...

Pajak atas Warisan: Apakah Harta Warisan Kena Pajak? Ini Penjelasan Lengkapnya

Pendahuluan Banyak orang masih bingung dengan satu pertanyaan sederhana tapi...

Mengapa Coretax Menggunakan Format XML?

Sistem perpajakan baru yang dinamakan Coretax mengubah cara kita...

Jangan Asal Trading! Ini Cara Hitung PPh Pasal 22 atas Penjualan Aset Kripto

Beberapa tahun terakhir, dunia investasi di Indonesia semakin ramai...
spot_img

Related Articles

Popular Categories

spot_imgspot_img