Setiap pengusaha, karyawan, maupun akuntan tentu akrab dengan istilah biaya dalam laporan keuangan. Namun, ketika masuk ke ranah pajak, tidak semua biaya yang muncul di laporan bisa langsung dikurangkan dari penghasilan bruto. Inilah yang disebut biaya fiskal.
Dalam UU Pajak Penghasilan (UU PPh), tepatnya Pasal 6 dan Pasal 9 UU Nomor 36 Tahun 2008, biaya dibagi menjadi dua kategori besar:
- Deductible expense → biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.
- Non-deductible expense → biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.
Memahami perbedaan ini penting, karena salah perlakuan bisa membuat laporan SPT Tahunan dikoreksi fiskus.
Dasar Hukum
- Pasal 6 UU PPh → mengatur tentang biaya yang boleh dikurangkan.
- Pasal 9 UU PPh → mengatur tentang biaya yang tidak boleh dikurangkan.
- PP 94 Tahun 2010 → lebih lanjut mengatur penghitungan penghasilan kena pajak.
Dengan dasar hukum ini, jelas bahwa tidak semua biaya akuntansi otomatis jadi biaya fiskal.
Biaya yang Boleh Dikurangkan (Pasal 6 UU PPh)
Secara sederhana, biaya yang berhubungan langsung dengan usaha untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (3M) boleh jadi pengurang penghasilan bruto. Beberapa contohnya:
- Biaya operasional usaha → pembelian bahan baku, gaji karyawan, bunga pinjaman, sewa, royalti.
- Biaya perjalanan dinas → tiket, hotel, transportasi, selama ada bukti sah.
- Penyusutan dan amortisasi → atas aset berwujud maupun tak berwujud.
- Iuran pensiun → ke dana pensiun yang disahkan Menteri Keuangan.
- Kerugian usaha → baik kerugian penjualan aset maupun selisih kurs.
- Biaya R&D (penelitian dan pengembangan) di Indonesia.
- Biaya pendidikan, pelatihan, beasiswa, magang.
- Piutang tak tertagih, dengan syarat tertentu.
- Sumbangan tertentu → untuk bencana nasional, penelitian, infrastruktur sosial, pendidikan, hingga pembinaan olahraga (sesuai PP 93 Tahun 2010).
👉 Intinya, semua biaya yang wajar, nyata, dan mendukung kegiatan usaha pada dasarnya bisa dikurangkan.
Biaya yang Tidak Boleh Dikurangkan (Pasal 9 UU PPh)
Nah, ini bagian yang sering jadi jebakan. Ada beberapa biaya yang secara akuntansi boleh dicatat, tapi secara fiskal tidak boleh jadi pengurang pajak. Misalnya:
- Pembagian laba → seperti dividen, sisa hasil usaha koperasi, atau bagi hasil asuransi.
- Biaya untuk kepentingan pribadi pemegang saham/sekutu → misalnya mobil mewah untuk keluarga direktur.
- Pembentukan cadangan tertentu → kecuali cadangan piutang bank, asuransi, LPS, reklamasi tambang, penanaman kembali hutan.
- Pajak Penghasilan (PPh) → PPh yang ditanggung perusahaan tidak bisa jadi biaya.
- Premi asuransi pribadi → kecuali ditanggung perusahaan dan dianggap sebagai penghasilan pegawai.
- Imbalan dalam bentuk natura/kenikmatan → seperti rumah dinas, mobil dinas, kecuali yang diperbolehkan dengan PMK.
- Pembayaran berlebih ke pihak berelasi (hubungan istimewa) yang tidak wajar.
- Hibah, bantuan, sumbangan, warisan → kecuali sumbangan yang diatur khusus dalam Pasal 6 (misalnya zakat resmi).
- Gaji untuk pemilik firma/persekutuan → tidak boleh diakui sebagai biaya.
- Sanksi administrasi perpajakan → bunga, denda, kenaikan.
👉 Intinya, biaya yang sifatnya pribadi, pembagian laba, atau tidak mendukung langsung kegiatan usaha, tidak boleh jadi biaya fiskal.
Perbandingan Deductible vs Non-Deductible
Kategori | Deductible (Pasal 6) | Non-Deductible (Pasal 9) |
---|---|---|
Operasional | Gaji, bunga, sewa, pembelian bahan | Dividen, pembagian SHU koperasi |
Cadangan | Piutang tak tertagih bank, cadangan asuransi | Cadangan biasa tanpa dasar hukum |
Pajak | PPN masukan terkait usaha | PPh Badan yang ditanggung perusahaan |
Imbalan | Upah, honor, bonus | Natura/kenikmatan (rumah, mobil pribadi) |
Lainnya | R&D, beasiswa, pelatihan | Sumbangan pribadi, hibah, warisan |
Tabel ini bisa jadi pegangan cepat bagi pengusaha dan akuntan.
Risiko Salah Perlakuan
- Koreksi fiskal saat pemeriksaan → menambah beban pajak.
- Sanksi bunga/denda → karena pajak kurang bayar.
- Laba kena pajak lebih besar → jika tidak teliti memisahkan biaya.
- Reputasi usaha terganggu → jika dinilai tidak patuh pajak.
Tips Praktis Mengelola Biaya Fiskal
- Selalu pisahkan pembukuan komersial vs fiskal.
- Buat daftar biaya yang masuk non-deductible sejak awal.
- Gunakan software akuntansi atau kalkulator fiskal untuk mempercepat analisis.
- Jika ragu, konsultasikan dengan Account Representative (AR) di KPP.
Penutup
Memahami biaya fiskal sesuai Pasal 6 dan 9 UU PPh adalah kunci agar laporan pajak perusahaan lebih akurat dan terhindar dari koreksi. Prinsipnya sederhana:
- Semua biaya yang mendukung usaha → boleh jadi pengurang (deductible).
- Semua biaya yang sifatnya pribadi, pembagian laba, atau tidak relevan dengan usaha → non-deductible.
Dengan pemahaman ini, pengusaha bisa lebih bijak dalam menyusun laporan keuangan, menjaga kepatuhan pajak, dan tentu saja menghindari masalah di kemudian hari.