Kalau kita bicara soal aset, biasanya langsung terbayang gedung, mesin, atau kendaraan. Itu benar, tapi jangan lupa ada juga aset yang tidak bisa dilihat atau disentuh secara fisik, namun punya nilai ekonomis besar. Inilah yang disebut harta tidak berwujud (intangible assets).
Dalam dunia pajak, harta tidak berwujud juga punya perlakuan khusus: bukan disusutkan, tapi diamortisasi. Nah, banyak wajib pajak yang sering bingung: apa saja yang masuk harta tidak berwujud, bagaimana cara menghitung amortisasi, dan aturan apa yang jadi dasarnya?
Artikel ini akan mengupas tuntas dengan bahasa yang sederhana agar lebih mudah dipahami.
Dasar Hukum Amortisasi Harta Tidak Berwujud
Amortisasi diatur dalam beberapa ketentuan utama:
- Pasal 11 dan Pasal 11A UU Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh) – perubahan keempat atas UU Nomor 7 Tahun 1983.
- PMK-248/PMK.03/2008 – tentang amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tidak berwujud dan pengeluaran lainnya untuk bidang usaha tertentu.
Dari aturan ini, jelas bahwa setiap pengeluaran untuk memperoleh harta tidak berwujud yang masa manfaatnya lebih dari satu tahun, harus diamortisasi.
Apa Saja Harta Tidak Berwujud?
Beberapa contoh yang sering ditemui:
- Hak atas tanah → seperti Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai.
- Goodwill atau muhibah → nilai lebih dari suatu usaha karena reputasi atau faktor non-fisik lainnya.
- Hak paten, lisensi, merek dagang, dan hak cipta.
- Biaya perpanjangan hak → misalnya perpanjangan HGB atau HGU.
- Biaya pendirian atau perluasan usaha.
📌 Catatan: biaya perolehan hak atas tanah pertama kali tidak boleh disusutkan, tetapi biaya perpanjangannya boleh diamortisasi sesuai jangka waktu hak.
Kapan Amortisasi Dimulai?
- Secara umum → amortisasi dimulai pada bulan terjadinya pengeluaran.
- Untuk bidang usaha tertentu (PMK-248/2008) → bisa dimulai pada bulan pengeluaran atau saat produksi komersial (misalnya sektor kehutanan, perkebunan tanaman keras, atau peternakan yang butuh waktu lama sebelum berproduksi).
Metode Amortisasi
Ada dua metode yang diperbolehkan:
- Metode Garis Lurus (Straight Line)
- Beban amortisasi sama setiap tahun.
- Cocok untuk harta yang manfaatnya stabil.
- Metode Saldo Menurun (Declining Balance)
- Beban amortisasi lebih besar di awal, semakin kecil di tahun berikutnya.
- Pada akhir masa manfaat, sisa nilai buku diamortisasi sekaligus.
Masa Manfaat dan Tarif Amortisasi
Mengacu pada Pasal 11A UU PPh, harta tidak berwujud dibagi dalam 4 kelompok masa manfaat:
Kelompok | Masa Manfaat | Tarif Garis Lurus | Tarif Saldo Menurun | Contoh |
---|---|---|---|---|
1 | 4 tahun | 25% | 50% | Lisensi software, hak cipta jangka pendek |
2 | 8 tahun | 12,5% | 25% | Hak paten, merek dagang |
3 | 16 tahun | 6,25% | 12,5% | Goodwill, hak franchise jangka panjang |
4 | 20 tahun | 5% | 10% | Hak pengelolaan aset besar, kontrak jangka panjang |
Jika masa manfaat sebenarnya tidak tercantum, wajib pajak bisa memilih masa manfaat yang paling mendekati.
Contoh Penghitungan Amortisasi
Contoh 1: Metode Garis Lurus
Perusahaan membeli lisensi software seharga Rp400 juta dengan masa manfaat 4 tahun.
- Beban amortisasi per tahun = Rp400 juta ÷ 4 = Rp100 juta.
Contoh 2: Metode Saldo Menurun
Perusahaan memperoleh hak paten Rp800 juta dengan masa manfaat 8 tahun (tarif saldo menurun 25%).
- Tahun 1: 25% × Rp800 juta = Rp200 juta.
- Tahun 2: 25% × Rp600 juta = Rp150 juta.
- Tahun 3: 25% × Rp450 juta = Rp112,5 juta.
- Dan seterusnya sampai habis.
Amortisasi di Sektor Khusus
- Pertambangan Migas → pakai metode satuan produksi, dihitung berdasarkan rasio produksi aktual terhadap cadangan total.
- Pertambangan Non-Migas, HPH, dan sumber daya alam lain → pakai metode satuan produksi maksimal 20% per tahun.
- Pengeluaran sebelum operasi komersial → misalnya studi kelayakan, dikapitalisasi lalu diamortisasi sesuai Pasal 11A.
Pengalihan Harta Tidak Berwujud
Jika harta tidak berwujud dialihkan:
- Nilai sisa bukunya dibebankan sebagai kerugian.
- Jumlah penggantian yang diterima menjadi penghasilan.
- Kecuali jika pengalihan berupa hibah, sumbangan, atau warisan (Pasal 4 ayat 3 UU PPh).
Kenapa Amortisasi Penting?
- Mengurangi beban pajak → amortisasi adalah biaya fiskal yang boleh dikurangkan.
- Mencerminkan kondisi usaha yang sebenarnya → nilai harta tidak berwujud lebih realistis.
- Menghindari risiko koreksi pajak → jika salah hitung, bisa jadi temuan saat pemeriksaan DJP.
Solusi Praktis: Kalkulator Pajak Amortisasi
Bagi Anda yang tidak mau pusing menghitung manual, kini sudah ada fitur kalkulator pajak di https://kalkulator.konsulpajak.com.
Dengan kalkulator ini, Anda bisa:
- Menghitung amortisasi garis lurus maupun saldo menurun.
- Memilih masa manfaat sesuai kelompok.
- Mendapat hasil perhitungan otomatis yang akurat.
Cukup input nilai harta tidak berwujud dan masa manfaat → hasil amortisasi langsung keluar.
Penutup
Amortisasi harta tidak berwujud adalah bagian penting dalam laporan pajak. Aturan mainnya jelas diatur dalam Pasal 11 dan 11A UU PPh serta PMK-248/2008. Dengan memahami kelompok masa manfaat, metode amortisasi, dan cara perhitungannya, wajib pajak bisa mengoptimalkan laporan keuangan sekaligus meminimalkan risiko pajak.
Jangan lupa, gunakan alat bantu seperti kalkulator pajak amortisasi agar perhitungan lebih cepat, akurat, dan sesuai aturan.
Ingat, pajak bukan sekadar kewajiban, tapi juga bentuk kontribusi kita untuk membangun negeri.